Pagi ini, entah mengapa merasa bersyukur telah dikenalkan, berteman dan bersahabat dengan orang-orang yang beragam.
Ya, beragam secara suku, agama, kebiasaan, status sosial ekonomi, dan lain-lain.
Stereotip, prasangka, memudar, menghilang seiring dengan semakin mengenal dan berinteraksi.
Ketika saya memasuki lingkungan di mana saya menjadi minoritas, masih kuat dalam ingatan ketika seseorang menanyakan saya bagaimana rasanya (jadi minoritas), "Kamu ga culture shock? Secara kamu (dan dua orang lainnya) berbeda dari kebanyakan?"
Di awal sempat khawatir, apakah saya bisa bergaul dengan baik di lingkungan ini.
Tapi toh saya yakin, selama kita memandang positif sejak awal, semua akan positif pada akhirnya.
Dan itu terbukti.
Alhamdulillah.
Bagi saya, menghilangkan stereotip dan prasangka itu setidaknya mengurangi beban pikiran. Berpikiran negatif itu bikin capek soalnya :p
Tuesday, December 24, 2013
Saturday, December 21, 2013
time and distance will heal.
Beri saya jarak
agar saya bisa melihat ini semua secara menyeluruh
barangkali selama ini ada kebaikan-kebaikan yang luput dari penglihatan
Beri saya waktu,
untuk menata kembali apa-apa yang terserak
mengembalikannya seperti sedia kala
Give me time.
Give me distance.
Because I believe time and distance will heal.
agar saya bisa melihat ini semua secara menyeluruh
barangkali selama ini ada kebaikan-kebaikan yang luput dari penglihatan
Beri saya waktu,
untuk menata kembali apa-apa yang terserak
mengembalikannya seperti sedia kala
Give me time.
Give me distance.
Because I believe time and distance will heal.
Sunday, December 8, 2013
Maira: Titik #7
"Jadi?"
"Jadi? Ya selesai, na. Terjawab sudah"
Ina memandang sahabatnya yang tersenyum. Ia tahu, ada luka di balik itu. Mata sembapnya tak bisa menutupi apa yang terjadi semalam tadi. Tapi toh ia menghargai usaha Maira, untuk tetap tersenyum.
"Lalu?"
"Lalu? Ya berlanjut seperti biasanya, Na. Apa yang dianggap buruk belum tentu begitu dalam pandangan Tuhan, bukan? God turns you from one feeling to another and teaches you by means of opposites, so that you will have two wings to fly-not one*. Aku, berprasangka baik saja pada Tuhan yang Maha Baik"
"Terus?"
"Terus? Lalu? Jadi? Hah. Aku pun bisa merespon kalau cuma seperti itu, Na" Maira melemparkan bantal yang ada di dekatnya kepada Ina, tertawa. Ina mengelak, dan ikut tertawa lega. Ia tahu, sahabatnya, tabah seperti biasanya.
Akhirnya, satu kisah selesai ditulis.
Terpaksa diselesaikan sebelum berlarut-larut.
Tidak berakhir dengan bahagia, memang.
Tapi batin ini rasanya lapang, sebab segala tanya sudah bertemu jawabnya
Meski ada yang menggenang di pelupuk mata, tapi ini yang terakhir kalinya.
Dan tidak akan pernah ada lagi. Tidak akan pernah.
...................................................................
Jika mengagumimu sudah sebegini bahagia,
memilikimu menjadi hal yang tidak perlu**
Maira, 13 Desember 2001
*) Quote by Jalaludin Rumi
**) dikutip dari bait terakhir Puisi Untukmu oleh Marissa Abdul
"Jadi? Ya selesai, na. Terjawab sudah"
Ina memandang sahabatnya yang tersenyum. Ia tahu, ada luka di balik itu. Mata sembapnya tak bisa menutupi apa yang terjadi semalam tadi. Tapi toh ia menghargai usaha Maira, untuk tetap tersenyum.
"Lalu?"
"Lalu? Ya berlanjut seperti biasanya, Na. Apa yang dianggap buruk belum tentu begitu dalam pandangan Tuhan, bukan? God turns you from one feeling to another and teaches you by means of opposites, so that you will have two wings to fly-not one*. Aku, berprasangka baik saja pada Tuhan yang Maha Baik"
"Terus?"
"Terus? Lalu? Jadi? Hah. Aku pun bisa merespon kalau cuma seperti itu, Na" Maira melemparkan bantal yang ada di dekatnya kepada Ina, tertawa. Ina mengelak, dan ikut tertawa lega. Ia tahu, sahabatnya, tabah seperti biasanya.
Akhirnya, satu kisah selesai ditulis.
Terpaksa diselesaikan sebelum berlarut-larut.
Tidak berakhir dengan bahagia, memang.
Tapi batin ini rasanya lapang, sebab segala tanya sudah bertemu jawabnya
Meski ada yang menggenang di pelupuk mata, tapi ini yang terakhir kalinya.
Dan tidak akan pernah ada lagi. Tidak akan pernah.
...................................................................
Jika mengagumimu sudah sebegini bahagia,
memilikimu menjadi hal yang tidak perlu**
Maira, 13 Desember 2001
*) Quote by Jalaludin Rumi
**) dikutip dari bait terakhir Puisi Untukmu oleh Marissa Abdul
Friday, December 6, 2013
Tentang Mama
Mama itu,
yang selalu sigap merapihkan tempat tidur, mengganti sprei-nya dengan yang baru ketika anaknya yang pulang ke rumah,
yang selalu memasak makanan kesukaan anak-anaknya
yang selalu ingat anak-anaknya ketika sedang makan makanan kesukaan mereka
yang selalu repot mengurus ini itu dan tidak pernah meminta bantuan kecuali terpaksa
yang selalu tahu kebutuhan anak-anaknya tanpa diminta
dan tentunya,
yang akan selalu ada di hati anak-anaknya :)
yang selalu sigap merapihkan tempat tidur, mengganti sprei-nya dengan yang baru ketika anaknya yang pulang ke rumah,
yang selalu memasak makanan kesukaan anak-anaknya
yang selalu ingat anak-anaknya ketika sedang makan makanan kesukaan mereka
yang selalu repot mengurus ini itu dan tidak pernah meminta bantuan kecuali terpaksa
yang selalu tahu kebutuhan anak-anaknya tanpa diminta
dan tentunya,
yang akan selalu ada di hati anak-anaknya :)
Thursday, December 5, 2013
It may not be always "right"
Memasuki perkuliahan profesi, saya mendadak memiliki "kitab suci" tambahan. Orang-orang yang bergerak dalam ilmu psikologi dan psikiatri punya semacam 'kitab suci' berisi kriteria-kriteria gangguan mental yang dijadikan panduan dalam mendiagnosis gejala-gejala gangguan mental. Kitab suci itu adalaaah:
Kitab Suci para mahasiswa/ profesi Psikologi dan Psikiatri |
Kitab itu bernama Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM), yang diterbitkan oleh APA. Yang bawah itu edisi IV revisi, yang sekarang masih dijadikan acuan bagi para profesional. Sedangkan yang atas, biru, edisi terbaru dari DSM, namun kalau di Indonesia nampaknya belum dijadikan acuan. Di kampus saya hanya sebatas dipelajari dan dibandingkan dengan edisi sebelumnya, apakah ada perubahan dalam kriteria suatu gangguan mental atau tidak.
DSM V ini menuai kontroversi. Mulai dari tidak adanya psikolog yang dilibatkan dalam pembuatannya, sampel yang tidak representatif dalam pembuatan kriteria, dan banyak lagi sehingga validitas dan reliabilitas kriteria yang dicantumkan dipertanyakan. Sebelumnya DSM juga pernah menuai kontroversi ketika tidak lagi mengkategorikan homoseksualitas sebagai gangguan. Isu yang beredar, ada orang yang secara finansial kuat di belakang keputusan tersebut dan ia berasal dari golongan yang pro homoseksualitas.
Seorang dosen pernah berpesan agar kami, para mahasiswa jangan naif dan harus tetap kritis dengan penelitian-penelitian ilmiah yang ada. Terutama di bidang klinis, penelitian tentang obat-obatan tertentu untuk mengurangi gejala gangguan tertentu sangat banyak beredar. Beliau bilang kami harus lihat juga siapa yang melakukan penelitian dan donatur/ sponsor penelitian tersebut. Banyak penelitian tentang intervensi farmakologis (intervensi dengan obat-obatan, terutama untuk gangguan mental) yang disponsori oleh industri yang memproduksi obat-obat yang diteliti itu.
Hmmm. Nangkep kan maksud dosen saya? ;) Jangan naif bahwa politik juga bermain dalam bidang keilmuan. Begitu pesan dosen saya.
Wew. Even a research which seems scientific may not be always "right"
Lantas, apakah sains, data ilmiah lantas tidak bisa dijadikan pegangan?
Nope. Bukan itu maksudnya. Menurut saya, jika kebenaran dalam menuntut ilmu adalah tujuan, maka sains adalah jalan terbaik untuk mendekati tujuan itu. Hanya saja kita perlu kritis menghadapinya dan itu perlu usaha lebih dari diri kita.
Allah, berikan saya kekuatan, kecerdasan dan hindarkan saya dari rasa malas menghadapi semua ini.
Kecewa
Kecewa.
Seberapa sering pernah kecewa, dikecewakan?
Entah mengapa beberapa hari ini saya memikirkan betapa mudahnya saya kecewa oleh hal-hal yang sebenarnya (mungkin) sepele bagi orang kebanyakan. Saya ingat, dulu sekali pernah kecewa, sangat kecewa, ketika seorang teman baik, yang “menyalin” tugas saya, memberikan tugas saya kepada teman lain tanpa seijin saya. Saya bukannya keberatan tugas saya disalin oleh teman yang lain itu. Yang buat saya keberatan adalah tugas saya berpindah tangan tanpa seijin saya. Ketika saya meminta lembar tugas saya kepada si ‘teman baik’, ia sambil lalu dan dengan santainya mengatakan“Oh, ada di si X”. Sepele ya? Tapi toh yang tertanam dalam diri saya, apapun itu, seberapa dekatpun kita dengan seseorang, meminta ijin untuk mengakses, meminta hak/ kepunyaan orang lain aturannya ya minta ijin dulu.
Saya pernah kecewa, ketika seseorang yang di awal nampak alim dan intelek, suatu saat membicarakan kejelekan orang lain. Rasanya sayang sekali jika orang secerdas dia, harus ‘jatuh’ hanya karena hal yang sebenarnya bisa dihindari itu. Dan banyak hal lagi sebenarnya yang membuat saya kecewa. Dan apakah saya frustasi karena banyaknya kekecewaan yang saya alami dalam hidup saya? Untungnya tidak. Sepertinya tidak, lebih tepatnya. Hahaha
Dulu sempat merasa marah dengan harapan-harapan saya tentang orang lain, tentang keadaan, yang tidak sesuai kenyataan. Namun suatu saat ada kejadian yang membuat saya sadar bahwa tidaklah bijak menetapkan standar tertentu, apalagi standar yang tinggi, terhadap orang lain.Tiada gading yang tak retak. Ada hal-hal yang harus kita pahami sebagai bagian dari kekhilafan sebagai manusia si tempatnya salah dan lupa, dan sayapun bukannya tidak pernah mengecewakan orang lain. Dari ceramah-ceramah agama yang saya dengar, berharap kepada selain Allah hanya akan membuat kita kecewa. Mungkin itu masalah saya, terlalu berharap banyak pada makhlukNya.
Meskipun begitu, sampai saat ini saya masih bertanya-tanya, sampai sejauh mana kita harus memaklumi, menerima kekhilafan orang lain, apalagi jika itu terjadi secara terus menerus??
Seberapa sering pernah kecewa, dikecewakan?
Entah mengapa beberapa hari ini saya memikirkan betapa mudahnya saya kecewa oleh hal-hal yang sebenarnya (mungkin) sepele bagi orang kebanyakan. Saya ingat, dulu sekali pernah kecewa, sangat kecewa, ketika seorang teman baik, yang “menyalin” tugas saya, memberikan tugas saya kepada teman lain tanpa seijin saya. Saya bukannya keberatan tugas saya disalin oleh teman yang lain itu. Yang buat saya keberatan adalah tugas saya berpindah tangan tanpa seijin saya. Ketika saya meminta lembar tugas saya kepada si ‘teman baik’, ia sambil lalu dan dengan santainya mengatakan“Oh, ada di si X”. Sepele ya? Tapi toh yang tertanam dalam diri saya, apapun itu, seberapa dekatpun kita dengan seseorang, meminta ijin untuk mengakses, meminta hak/ kepunyaan orang lain aturannya ya minta ijin dulu.
Saya pernah kecewa, ketika seseorang yang di awal nampak alim dan intelek, suatu saat membicarakan kejelekan orang lain. Rasanya sayang sekali jika orang secerdas dia, harus ‘jatuh’ hanya karena hal yang sebenarnya bisa dihindari itu. Dan banyak hal lagi sebenarnya yang membuat saya kecewa. Dan apakah saya frustasi karena banyaknya kekecewaan yang saya alami dalam hidup saya? Untungnya tidak. Sepertinya tidak, lebih tepatnya. Hahaha
Dulu sempat merasa marah dengan harapan-harapan saya tentang orang lain, tentang keadaan, yang tidak sesuai kenyataan. Namun suatu saat ada kejadian yang membuat saya sadar bahwa tidaklah bijak menetapkan standar tertentu, apalagi standar yang tinggi, terhadap orang lain.Tiada gading yang tak retak. Ada hal-hal yang harus kita pahami sebagai bagian dari kekhilafan sebagai manusia si tempatnya salah dan lupa, dan sayapun bukannya tidak pernah mengecewakan orang lain. Dari ceramah-ceramah agama yang saya dengar, berharap kepada selain Allah hanya akan membuat kita kecewa. Mungkin itu masalah saya, terlalu berharap banyak pada makhlukNya.
Meskipun begitu, sampai saat ini saya masih bertanya-tanya, sampai sejauh mana kita harus memaklumi, menerima kekhilafan orang lain, apalagi jika itu terjadi secara terus menerus??
Labels:
refleksi
Saturday, November 16, 2013
PM
Pengajar Muda.
Betapa inginnya saya mengemban amanah itu, dulu.
Perasaan saya campur aduk, tiap kali melihat linimasa tentang pengajar muda.
Dan seketika itu, bayangan akan proses seleksi tahap dua beberapa bulan lalu, berkelebat di pikiran.
Seperti kembali merasakan bagaimana kuatnya keinginan itu dulu
Menjadi pengajar muda adalah salah satu mimpi saya, dan saya harus berhenti memperjuangkannya ketika saya diterima sebagai mahasiswa Psikologi Profesi - Klinis Anak, sebuah mimpi lain dalam hidup saya.
Hidup ini pilihan, saya tahu itu secara teori. Namun ternyata sulit mewujudkannya dalam kehidupan sendiri.
Sifat manusiawi ini seringkali ingin semuanya tercapai, mengabaikan pengetahuan Sang Pencipta akan hambaNya. (Allah, maafkan).
Sekarang, saya dihadapkan pada akhir semester satu. Berusaha meraih ilmu semaksimal mungkin.
Allah, terimakasih untuk selalu menunjukkan hal-hal baik dalam hidup saya
"Kamu, selesai S2 bisa ikutan seleksi (pengajar muda) lagi kok", kata seorang teman yang baik hati.
Saya hanya tersenyum. Rasanya, ada mimpi lain yang ingin saya capai ;)
Friday, October 18, 2013
sedikit tentang beragama
"....'kafir' atau 'kufur' itu berasal dari kata 'kafara' yang artinya tertutup"
Aku diam, mendengarkan ayah. Selalu menarik bagiku jika ayah membahas pengertian kata seperti ini.
"Maksudnya 'tertutup' di sini adalah tertutup dari tanda-tanda kebesaran Allah, Nak. Seringkali orang-orang menyebut 'orang kafir' seolah mereka adalah penjahat"
Aku menganggukkan kepalaku. Ya, akupun merasakan hal yang sama. Mendengar kata 'orang kafir' asosiasi yang muncul adalah 'jahat' atau 'patut dijauhi'. Setidaknya pengalaman dan pengamatanku menunjukkan hal itu.
"Padahal, tidak ada yang lebih patut dikasihani daripada orang-orang yang tertutup mata, telinga dan hatinya dari Allah"
".........."
"Berlaku lembut lah, Nak, kepada mereka. Hidayah Allah itu bagaikan berlian. Ketika kau ingin memberikan berlian kepada seseorang dengan melemparkannya, orang yang dikenai berlian itu hanya akan merasa sakit. Ia tak menyadari maksud baikmu maupun hal bernilai yang ingin kau berikan, ia hanya tahu kau menyakitinya. Tentu akan berbeda jika kau memberikan berlian itu dengan cara yang pantas, terlebih jika disertai senyuman, bukan?"
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad,
melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107).
*terinspirasi dari obrolan singkat tentang arti kata 'kafir' bersama papa*
Sunday, October 6, 2013
ngekos (lagi)
Besok, 7 oktober 2013, saya akan memulai kehidupan sebagai mahasiswa yang ngekos (lagi).
rasanya beraaat banget ninggalin rumah.
ngebayangin mama ga ada temen ngobrol kalo papah belum pulang dari kantor.
atau biasanya kita berdua ngetawain kekonyolan si papah,
atau makan mie ayam bareng
atau ngerujak bareng. eh engga sih, cuma saya aja, soalnya perut mama sensitif dengan rasa asam dan pedas. jadi biasanya cuma ngeliatin aja atau colek-colek dikit kalo ga tahan :p
daaaan akan kangen shalat subuh berjamaah sama mama-papa, then we have small talk after dzikr, talk about everything :")
ah, saya akan kangen sekali pastinya.
:")
rasanya beraaat banget ninggalin rumah.
ngebayangin mama ga ada temen ngobrol kalo papah belum pulang dari kantor.
atau biasanya kita berdua ngetawain kekonyolan si papah,
atau makan mie ayam bareng
atau ngerujak bareng. eh engga sih, cuma saya aja, soalnya perut mama sensitif dengan rasa asam dan pedas. jadi biasanya cuma ngeliatin aja atau colek-colek dikit kalo ga tahan :p
daaaan akan kangen shalat subuh berjamaah sama mama-papa, then we have small talk after dzikr, talk about everything :")
ah, saya akan kangen sekali pastinya.
:")
Friday, October 4, 2013
sudah saatnya
"ada kalanya kita harus berhenti dan merelakan, gak perlu terlalu ngoyo untuk tahu apa, kenapa dan ada apa"
iya, meskipun proses pemberhentian ini cukup sulit, tapi toh sudah saatnya
*lambai-lambai tangan ke kamera*
#loh
Wednesday, September 25, 2013
Ketika lo berkata bahwa kuliah itu mahal dan merasa ga enak sama orangtua yang membiayai kuliah,
sementara lo sendiri ga berusaha keras untuk mengerjakan tugas kuliah dengan sebaik mungkin.
Well, you have to stand in front of mirror, so your words will slap you hard.
sementara lo sendiri ga berusaha keras untuk mengerjakan tugas kuliah dengan sebaik mungkin.
Well, you have to stand in front of mirror, so your words will slap you hard.
Saturday, September 21, 2013
suami yang baik
entah pernah denger/ baca di mana, katanya:
hahahaha.
Allah, tolong simpan lelaki baik ini untukku, setidaknya sampai aku lulus kuliah. Aamiin.
*sempet-sempetnya si ais ini ya -__-
suami yang baik ga akan lupa mempersiapkan (mendidik) istrinya supaya bisa bertahan di saat ia tidak adadan entah kenapa inget ini di tengah kejaran deadline laporan psikopatologi.
hahahaha.
Allah, tolong simpan lelaki baik ini untukku, setidaknya sampai aku lulus kuliah. Aamiin.
*sempet-sempetnya si ais ini ya -__-
Saturday, September 14, 2013
intermezzo
the memories that so difficult to decay,
because the amygdala take many parts on it,
making the feeling uneasy to hide
and the inhibition system can't work for desire.
causing the hippocampus can't stop for recall.
*in the middle of making review for neuropsychology subject :p
because the amygdala take many parts on it,
making the feeling uneasy to hide
and the inhibition system can't work for desire.
causing the hippocampus can't stop for recall.
*in the middle of making review for neuropsychology subject :p
Monday, September 9, 2013
Jalan Lain
Seringkali saya memilih mundur, memutar arah dan mencari jalan lain.
Karena saya ragu dan tidak bisa memastikan apakah niat saya benar-benar tulus melewati jalan itu.
Toh kebaikan punya banyak jalan yang menuju kepadanya :)
Karena saya ragu dan tidak bisa memastikan apakah niat saya benar-benar tulus melewati jalan itu.
Toh kebaikan punya banyak jalan yang menuju kepadanya :)
Sunday, September 8, 2013
Kuliah (Lagi)
Halooo, para pembaca yang kece. Hehehe.
Apa kabarnya ih? Kangen yaa sama sayaaaa? *pembaca: "close" page* :))
Ah, ga terasa udah seminggu ini saya kuliah (lagi). Ya, saya kembali berkuliah di fakultas psikologi UI tercinta, kuliah profesi peminatan klinis anak. Saya ngga mau cerita motivasi dibalik pengambilan peminatan, itu. Yang mau tau biar lewat japri aja *sok iye banget sih, ais!*
Saat menulis ini, sebenarnya saya berada di tengah himpitan tugas. Tugas review, cari dan mengkritisi jurnal, baca buku ini, baca buku yang itu, baca artikel ini, unduh e-book ini dan baaaanyak lagi. Untung ga pake disuruh mikirin kamu juga #eaaa
Intinya, saya cuma mau bilang seminggu pertama kuliah ini rasanya seperti bepergian di tengah badai. << kayak pernah aja :p
Dulu waktu kuliah S1 pun sebenernya ya emang kampus saya hobinya ngasih tugas seabrek dengan deadline berdekatan. Tapi entah kenapa, kali ini lebih terasa berat. Di samping biaya kuliah yang mahal (dan biaya buku-buku yang juga ga muraah. Bayangin aja ada satu mata kuliah yang referensi bukunya sekitar 9! -_- ), saya merasa kuliah inilah yang akan menentukan kualitas diri saya sebagai psikolog nantinya. Gimana saya mau jadi psikolog anak yang bisa bermanfaat buat orang (atau setidaknya buat anak saya sendiri. Yes, I struggle this hard for you, dear :') *elus-elus perut buncit*), kalau kuliah ini tidak saya jalani secara maksimal? Ya, saya akui ketika S1 masih ada kebiasaan-kebiasaan jelek ala anak SMA dalam menjalani perkuliahan. Makanya kesalahan ketika itu ingin saya perbaiki di kesempatan kali ini.
Tambahan, peminatan yang saya ambil, konon katanya jarang meluluskan mahasiswanya tepat 2 tahun.
Dosen yang perfeksionis, perkuliahan yang padat, kasus yang harus diambil dan diselesaikan paling banyak di antara peminatan yang lain, dan info-info negatif yang lain bukannya tidak datang menghampiri pendengaran saya.
Di satu sisi saya khawatir, tapi di sisi lain saya menjadi termotivasi dan tertantang *pasang iket kepala, bakar menyan #lah*
Saya menyadari banyak sekali kekurangan diri dalam menjalani perkuliahan dan saya sadar bahwa saya pun bukan termasuk orang yang ber-IQ di atas rata-rata sehingga cepat memahami materi. Mungkin banyak orang yang tidak tahu, bahwa saya perlu 'usaha' lebih untuk bisa memahami materi dibanding teman-teman yang lain.
Tapi saya punya semangat, punya orangtua yang selalu mendoakan saya, teman-teman yang baik dan tentunya, saya punya Allah :")
Doakan saya temaan, supaya lulus tepat waktu dengan hasil terbaik, menjadi psikolog yang ilmunya berkah dan bermanfaat buat orang banyak :)
Semangat menjalani hari-hari kalian juga!
:)
Apa kabarnya ih? Kangen yaa sama sayaaaa? *pembaca: "close" page* :))
Ah, ga terasa udah seminggu ini saya kuliah (lagi). Ya, saya kembali berkuliah di fakultas psikologi UI tercinta, kuliah profesi peminatan klinis anak. Saya ngga mau cerita motivasi dibalik pengambilan peminatan, itu. Yang mau tau biar lewat japri aja *sok iye banget sih, ais!*
Saat menulis ini, sebenarnya saya berada di tengah himpitan tugas. Tugas review, cari dan mengkritisi jurnal, baca buku ini, baca buku yang itu, baca artikel ini, unduh e-book ini dan baaaanyak lagi. Untung ga pake disuruh mikirin kamu juga #eaaa
Intinya, saya cuma mau bilang seminggu pertama kuliah ini rasanya seperti bepergian di tengah badai. << kayak pernah aja :p
Dulu waktu kuliah S1 pun sebenernya ya emang kampus saya hobinya ngasih tugas seabrek dengan deadline berdekatan. Tapi entah kenapa, kali ini lebih terasa berat. Di samping biaya kuliah yang mahal (dan biaya buku-buku yang juga ga muraah. Bayangin aja ada satu mata kuliah yang referensi bukunya sekitar 9! -_- ), saya merasa kuliah inilah yang akan menentukan kualitas diri saya sebagai psikolog nantinya. Gimana saya mau jadi psikolog anak yang bisa bermanfaat buat orang (atau setidaknya buat anak saya sendiri. Yes, I struggle this hard for you, dear :') *elus-elus perut buncit*), kalau kuliah ini tidak saya jalani secara maksimal? Ya, saya akui ketika S1 masih ada kebiasaan-kebiasaan jelek ala anak SMA dalam menjalani perkuliahan. Makanya kesalahan ketika itu ingin saya perbaiki di kesempatan kali ini.
Tambahan, peminatan yang saya ambil, konon katanya jarang meluluskan mahasiswanya tepat 2 tahun.
Dosen yang perfeksionis, perkuliahan yang padat, kasus yang harus diambil dan diselesaikan paling banyak di antara peminatan yang lain, dan info-info negatif yang lain bukannya tidak datang menghampiri pendengaran saya.
Di satu sisi saya khawatir, tapi di sisi lain saya menjadi termotivasi dan tertantang *pasang iket kepala, bakar menyan #lah*
Saya menyadari banyak sekali kekurangan diri dalam menjalani perkuliahan dan saya sadar bahwa saya pun bukan termasuk orang yang ber-IQ di atas rata-rata sehingga cepat memahami materi. Mungkin banyak orang yang tidak tahu, bahwa saya perlu 'usaha' lebih untuk bisa memahami materi dibanding teman-teman yang lain.
Tapi saya punya semangat, punya orangtua yang selalu mendoakan saya, teman-teman yang baik dan tentunya, saya punya Allah :")
Doakan saya temaan, supaya lulus tepat waktu dengan hasil terbaik, menjadi psikolog yang ilmunya berkah dan bermanfaat buat orang banyak :)
Semangat menjalani hari-hari kalian juga!
:)
Tuesday, August 27, 2013
Tabayyun
"..dengan musuh saja kita harus tabayyun (kroscek), apalagi dengan saudara sendiri" Habib Rizieq via Ust. Solmed dalam acara Hitam Putih hari ini.
setelah nge-tweet ini, saya dicengin (diledek) sebagai gadis FPI :p *pasang sorban, kibarkan panji-panji* ada juga yang me-respon "..dan kita harus tabayyun juga, is, untuk tau apakah ustadz solmed dan habib riziq beneran ngomong gitu :p" :))
terlepas dari ketidaksukaan anda (dan saya) akan cara-cara FPI dalam menegakkan 'amar ma'ruf nahi munkar', saya pikir pernyataan tersebut cocok sekali untuk kondisi sekarang ini. Kondisi di mana informasi beredar sedemikian banyak dengan judul yang seringkali tidak mewakili isi berita. Contohnya, ada judul berita: "MUI Haramkan bla..bla..blaa", eeeh pas dibaca isi beritanya ga ada satupun pernyataan dari MUI yang ditulis terkait fatwa haram tersebut. Kan aneh. Ini pernah tak sengaja saya amati di TL. Salah seorang follower men-tag seorang career coach terkenal atas judul tersebut. Ceritanya follower itu minta pendapat si coach. Lalu apa jawaban si coach? Katanya, "Kayaknya ga ada pernyataan bahwa MUI mengharamkan 'itu' deh. Coba dicermati isi artikelnya :) " Jedaaaaarrrr! Ketauan nih yee cuma baca judulnya doang atau cuma diliat sepintas isi artikelnyaa~
Yah, mau ga mau, suka ga suka, kita dituntut untuk mengklarifikasi setiap berita. Apalagi di jaman medsos macam twitter sekarang ini, berita sangat mudah didapat. Enak 'dilahap' padahal isinya "bahan kimia/ pengawet/ MSG" semua. Palsu :p
Kalo ga mau usaha ber-tabayyun, bisa banget kita jadi berprasangka/ nuduh/ caci maki orang sembarangan. Ngeri, sob.
Yuk, belajar tabayyun. Jangan sampai terpecah belah, berantem sama sodara sendiri gara-gara males kroscek.
setelah nge-tweet ini, saya dicengin (diledek) sebagai gadis FPI :p *pasang sorban, kibarkan panji-panji* ada juga yang me-respon "..dan kita harus tabayyun juga, is, untuk tau apakah ustadz solmed dan habib riziq beneran ngomong gitu :p" :))
terlepas dari ketidaksukaan anda (dan saya) akan cara-cara FPI dalam menegakkan 'amar ma'ruf nahi munkar', saya pikir pernyataan tersebut cocok sekali untuk kondisi sekarang ini. Kondisi di mana informasi beredar sedemikian banyak dengan judul yang seringkali tidak mewakili isi berita. Contohnya, ada judul berita: "MUI Haramkan bla..bla..blaa", eeeh pas dibaca isi beritanya ga ada satupun pernyataan dari MUI yang ditulis terkait fatwa haram tersebut. Kan aneh. Ini pernah tak sengaja saya amati di TL. Salah seorang follower men-tag seorang career coach terkenal atas judul tersebut. Ceritanya follower itu minta pendapat si coach. Lalu apa jawaban si coach? Katanya, "Kayaknya ga ada pernyataan bahwa MUI mengharamkan 'itu' deh. Coba dicermati isi artikelnya :) " Jedaaaaarrrr! Ketauan nih yee cuma baca judulnya doang atau cuma diliat sepintas isi artikelnyaa~
Yah, mau ga mau, suka ga suka, kita dituntut untuk mengklarifikasi setiap berita. Apalagi di jaman medsos macam twitter sekarang ini, berita sangat mudah didapat. Enak 'dilahap' padahal isinya "bahan kimia/ pengawet/ MSG" semua. Palsu :p
Kalo ga mau usaha ber-tabayyun, bisa banget kita jadi berprasangka/ nuduh/ caci maki orang sembarangan. Ngeri, sob.
Yuk, belajar tabayyun. Jangan sampai terpecah belah, berantem sama sodara sendiri gara-gara males kroscek.
"..tidak bisa ada persatuan, kalau tidak ada kesepahaman. Tidak bisa ada kesepahaman, kalau kita tidak memahami diri kita dan memahami pihak lain" Prof. Quraish Shihabdan saya rasa tabayyun itulah usaha kita memahami pihak lain :)
Tuesday, July 23, 2013
doubt
What, exactly, are you looking for?
a simple question but it need complicated answer.
then i found myself in doubt.
fight or flight,
go ahead or stop,
turn back and find other way
God, are You telling me to put step back for jumping higher?
a simple question but it need complicated answer.
then i found myself in doubt.
fight or flight,
go ahead or stop,
turn back and find other way
God, are You telling me to put step back for jumping higher?
Friday, July 12, 2013
Makna Istigfar
Intisari dari Kultum Subuh Bapak Quraish Shihab @ SCTV 13
Juli 2013
Istigfar sering diartikan sebagai permohonan ampun kepada
Allah. Hal itu benar, namun kurang lengkap. Makna istigfar dilihat dr akar
katanya ada dua:
1. menutupi/ mengalihkan
2. sebuah pohon yang menyembuhkan luka
Makna pertama, menutupi. Maksudnya, ketika kita beristigfar,
Allah akan menutupi dosa/ aib kita. Selain menutupi, maknanya bisa juga
mengalihkan. Analoginya seperti jika kita mempunyai hutang dan tidak sanggup
membayar. Kemudian hutang itu diambil alih oleh orang lain. Begitupun istigfar
mengalihkan dosa. Allah akan mengalihkan dosa-dosa kita dengan istigfar.
Makna kedua merujuk kepada pohon yang menyembuhkan luka. Ketika
manusia berbuat dosa, sesungguhnya di hatinya ada kotoran yang timbul sehingga
hatinya berpenyakit. Ataupun ketika kita terlalu malu/ takut untuk meminta maaf
kepada orang lain (sebab jika kita mengatakan kesalahan saat meminta maaf itu
orang tersebut akan tambah amarahnya) atau ketika orang yang ingin kita mintai
maaf sudah tiada, akan timbul penyesalan. Rasa sesal/sakit di hati karena dosa akan
Allah sembuhkan dengan istigfar kita.
Oleh karena itu, beristigfarlah kepada Allah yang bersifat Ghofar
dan Ghofur. Ghofar artinya berulang-ulang
(dalam mengampuni,memaafkan dosa-dosa kita), sedangkan Ghofur berarti menutupi,
Allah akan menutupi dosa dan aib kita.
*cmiiw :)
Saturday, July 6, 2013
Trying
Saya akan selalu mencoba setiap kesempatan yang ada di depan mata, meski saya tahu (sangat) kecil kemungkinan saya akan berhasil, bahkan sekalipun saya tahu pada akhirnya akan gagal. You can call it's futile but i think there's nothing loss for experience something.
Jodoh ;)
Tulisan ini terinspirasi dari perjalanan seorang teman dalam menemukan
jodohnya. By the way, tulisan ini untuk kalian yang merasa siap untuk menikah,
ya. Yang belum siap tapinya ngebet nikah mah shaum aja dulu sering-sering.
Hahaha.
Teman saya ini, cukup banyak penggemar-nya. Dan bukan penggemar yang sembarangan, yang ngajak pacaran aja, tapi serius ingin mengakhiri tahap penjajakan dengan pernikahan. Jenis penggemarnya umumnya sama, lelaki-lelaki sopan yang mengerti kalo perempuan targetnya ini cukup menjaga interaksinya dengan lawan jenis. Tapi, cuma satu, yang sedari awal 'ketahuan' suka sama si perempuan menyatakan keseriusannya, menanyakan kira-kira kapan kesiapan perempuan untuk dinikahi. Waktu ditanya tentang itu, perempuan ini sedang menyelesaikan skripsi dan rencana menikah masih jauh dari bayangannya. Hubungan mereka berjalan seperti biasa, tidak ada perlakuan yang istimewa dari perempuan, maupun sebaliknya. Mereka berinteraksi jika memang ada yang perlu dibicarakan dan bertemu jika memang ada kegiatan bareng. Tepatnya, kalo si perempuan mengadakan kegiatan/ butuh bantuan untuk kegiatan tertentu, ya si lelaki ini ikutan :p Kalo ketemu ya interaksinya cair, baik si perempuan maupun laki-laki sama-sama santai (mmm, si perempuan terkesan cuek menjurus judes malah. hahaha ). Ga saklek banget dalam menjaga interaksinya, tapi juga ga nyari-nyari kesempatan buat ngajak ngobrol ngalor-ngidul ga jelas (modus). Biasa aja, seperti dengan teman. Kira-kira setahun setelah lulus kuliah, lelaki itu menanyakan kembali kesiapan perempuan. entah mengapa si perempuan ini, menjadi galau dan mulai menimbang-nimbang. Kalo kata temen saya ini sih, dia merasa kayaknya kok laki-laki ini gigih usahanya (tsaaah!). Dia tau, ada (beberapa) laki-laki lain yang suka sama dia juga (tahu dari temen. jadi laki-lakinya curhat ke temennya si perempuan yang juga temen si lelaki), dan cukup baik di mata dia. Tapi si lelaki lain itu, kalo kata temen saya, kurang usaha soalnya ga bilang mau serius, mau melamar, cuma keliatan doang lagi PDKT. Wakakak. Mengungkapkan keseriusan itu dihitung usaha ternyata ya :p
*wuooo, langsung deh pada mikir gimana cara mengutarakan perasaan ke target masing-masing ;p *
Akhirnya, setelah istikharah berkali-kali, si perempuan bersedia untuk "berkenalan" (kalo bahasa ikhwan-ukhti: ta'aruf) dengan si lelaki ini. Dan dia bertambah yakin bahwa ini memang pilihanNya karena kemudahan selama proses perkenalan itu. Sekarang dia sudah resmi dilamar, barakallah. Semoga lancar hingga hari pernikahan yaa :")
Jodoh itu seperti rezeki, sudah disediakan oleh Allah, tinggal mau menjemputnya atau tidak. Menjemputnya tentu harus pakai usaha dan doa. Ingin kaya dengan bermodalkan doa saja mana bisa. Bekerja saja tanpa berdoa mana berkah. Begitupun jodoh.
Jadi, kapan mau ngelamar? :))))) #kompor
Teman saya ini, cukup banyak penggemar-nya. Dan bukan penggemar yang sembarangan, yang ngajak pacaran aja, tapi serius ingin mengakhiri tahap penjajakan dengan pernikahan. Jenis penggemarnya umumnya sama, lelaki-lelaki sopan yang mengerti kalo perempuan targetnya ini cukup menjaga interaksinya dengan lawan jenis. Tapi, cuma satu, yang sedari awal 'ketahuan' suka sama si perempuan menyatakan keseriusannya, menanyakan kira-kira kapan kesiapan perempuan untuk dinikahi. Waktu ditanya tentang itu, perempuan ini sedang menyelesaikan skripsi dan rencana menikah masih jauh dari bayangannya. Hubungan mereka berjalan seperti biasa, tidak ada perlakuan yang istimewa dari perempuan, maupun sebaliknya. Mereka berinteraksi jika memang ada yang perlu dibicarakan dan bertemu jika memang ada kegiatan bareng. Tepatnya, kalo si perempuan mengadakan kegiatan/ butuh bantuan untuk kegiatan tertentu, ya si lelaki ini ikutan :p Kalo ketemu ya interaksinya cair, baik si perempuan maupun laki-laki sama-sama santai (mmm, si perempuan terkesan cuek menjurus judes malah. hahaha ). Ga saklek banget dalam menjaga interaksinya, tapi juga ga nyari-nyari kesempatan buat ngajak ngobrol ngalor-ngidul ga jelas (modus). Biasa aja, seperti dengan teman. Kira-kira setahun setelah lulus kuliah, lelaki itu menanyakan kembali kesiapan perempuan. entah mengapa si perempuan ini, menjadi galau dan mulai menimbang-nimbang. Kalo kata temen saya ini sih, dia merasa kayaknya kok laki-laki ini gigih usahanya (tsaaah!). Dia tau, ada (beberapa) laki-laki lain yang suka sama dia juga (tahu dari temen. jadi laki-lakinya curhat ke temennya si perempuan yang juga temen si lelaki), dan cukup baik di mata dia. Tapi si lelaki lain itu, kalo kata temen saya, kurang usaha soalnya ga bilang mau serius, mau melamar, cuma keliatan doang lagi PDKT. Wakakak. Mengungkapkan keseriusan itu dihitung usaha ternyata ya :p
*wuooo, langsung deh pada mikir gimana cara mengutarakan perasaan ke target masing-masing ;p *
Akhirnya, setelah istikharah berkali-kali, si perempuan bersedia untuk "berkenalan" (kalo bahasa ikhwan-ukhti: ta'aruf) dengan si lelaki ini. Dan dia bertambah yakin bahwa ini memang pilihanNya karena kemudahan selama proses perkenalan itu. Sekarang dia sudah resmi dilamar, barakallah. Semoga lancar hingga hari pernikahan yaa :")
Jodoh itu seperti rezeki, sudah disediakan oleh Allah, tinggal mau menjemputnya atau tidak. Menjemputnya tentu harus pakai usaha dan doa. Ingin kaya dengan bermodalkan doa saja mana bisa. Bekerja saja tanpa berdoa mana berkah. Begitupun jodoh.
Jadi, kapan mau ngelamar? :))))) #kompor
Thursday, May 23, 2013
Shaleh Sosial
Shaleh/ keshalehan sosial?
Terus terang saya baru mengetahui istilah itu sekitar setahun lalu dari tulisan Prof. Komaruddin Hidayat di harian Kompas : Keislaman Indonesia .
Jadi, masih mau cuma rajin ngaji dan hafal Qur'an? ;)
Terus terang saya baru mengetahui istilah itu sekitar setahun lalu dari tulisan Prof. Komaruddin Hidayat di harian Kompas : Keislaman Indonesia .
Keshalehan sosial menurut saya (merujuk pada bacaan di atas) merupakan suatu perpanjangan dari keshalehan individual, implementasi dari ibadah-ibadah ritual yang terwujud dalam perilaku sehari-hari, sifatnya selalu berhubungan dengan orang lain. Adapun keshalehan individual dapat dilihat dari kuantitas ibadah/ ritual keagamaan. Misalnya, alkisah hiduplah seseorang bernama A (bukan Aisyah Ibadi, bukaaan). A ini rajin sekali puasa Senin-Kamis, tetapi tiap datang ke walimahan temannya, A ngga bisa nahan diri untuk ga makan sebanyak mungkin yang dia bisa (hayoh ngaku yang suka begini! #mantul). Alhasil tiap ke walimahan orang, A suka kalap dan kekenyangan sendiri. Nah, si A ini secara keshalehan indvidual oke karena dia rajin puasa Senin-Kamis. Tapi keshalehan sosialnya kurang. Ibadah puasa yang hakikatnya melatih pengendalian diri (hawa nafsu) tidak diimplementasikan dengan baik dalam kehidupan A.
Beberapa ada yang menyangsikan hasil penelitian yang dicantumkan di tulisan Prof Komaruddin. Tetapi saya rasa, kalau kita melihat keseharian umat muslim di sekitar, cukup klop dengan penelitian itu kan? :p Sama halnya dengan cerita ayah saya berikut ini. Sepulang ibadah haji kemarin, ayah saya bercerita bahwa suatu ketika menangis di Tanah Suci. Saya kira beliau menangis karena melihat Ka'bah atau Masjidil Haram seperti cerita yang umumnya saya dengar dari orang-orang yang beribadah di sana. Ternyata yang membuat ayah saya menangis adalah sampah-sampah yang berserakan bekas para jamaah. Ayah menangis karena sedih melihat umat Islam masih belum tertib, bahkan hanya untuk membuang sampah pada tempatnya pun "belum bisa". Di satu sisi (ya pada taulah kalo orang lagi ibadah haji kerjaannya shalat-doa-dzikir doang) mengejar predikat shaleh secara individu, tetapi shaleh sosialnya? Silahkan dijawab masing-masing :)
Kemarin saya membaca buku yang membahas tentang shalat. Dalam buku itu saya menemukan sebuah hadits yang konteksnya dalam keshalehan individual (shalat) tetapi ada pesan untuk shaleh sosial juga.
"Jika salah seorang kamu shalat, maka janganlah dia letakkan sandalnya di sebelah kanan, dan jangan pula di sebelah kiri, sehingga sandal itu ada di kanan orang lain, kecuali bila tidak ada siapapun di sebelah kirinya. Dan hendaklah dia letakkan sandalnya di antara kedua kakinya" (HR. Abu Daud)
"Apabila salah seorang kamu shalat, hendaklah dia shalat dengan sandalnya atau meletakkannya di antara kedua kakinya dan jangan mengganggu yang lain dengan sandalnya" (HR. Abu Daud)Yang saya garisbawahi itu, menurut saya menunjukkan perintah agar kita 'shaleh sosial' dengan tidak mengganggu orang lain. Di situ juga terkandung aturan main yang paling utama untuk agar kita shaleh sosial: peka terhadap hak orang lain. Dengan peka terhadap hak orang lain, kita akan memikirkan baik-baik segala tindakan kita, apakah bermanfaat atau malah merugikan orang lain.
Jadi, masih mau cuma rajin ngaji dan hafal Qur'an? ;)
Wednesday, May 22, 2013
sendu sore ini
entah mengapa tangan ini tergerak membuka pesan-pesan lama.
dan kemudian tertegun menatap sederet percakapan
rasanya sedikit sesak di dada,
menyadari ada jarak yang semakin melebar
terpaksa menyetujui kekakuan yang entah darimana munculnya
sesal tidak pernah berguna, tapi toh tetap muncul tak bisa dicegah
kapan kita bisa bercakap lagi, kawan? :')
dan kemudian tertegun menatap sederet percakapan
rasanya sedikit sesak di dada,
menyadari ada jarak yang semakin melebar
terpaksa menyetujui kekakuan yang entah darimana munculnya
sesal tidak pernah berguna, tapi toh tetap muncul tak bisa dicegah
kapan kita bisa bercakap lagi, kawan? :')
Tuesday, May 21, 2013
SaMaRa
Copas dari komennya Kak Ilyas Ramdhani di sebuah undangan pernikahan via FB.
Baguuuus :)
Tertanda,
Jomblowati #sumpahbukaniklan
Baguuuus :)
Sakinah : ketenangan, ketenteraman, kedamaian (hati) dalam berkeluarga.Mawaddah : cinta, kasih sayang. Sinonimnya Mahabbah.Wa : danRahmah (dari Allaah SWT tentunya) : ampunan, anugerah, karunia, rahmat, belas kasih, rejeki ...
Arti lainnya :)♥ SAKINAH, ialah ketika kita melihat kekurangan pasangan namun mampu menjaga lidah untuk tidak mencelanya.♥ MAWADDAH, ialah ketika kita mengetahui kekurangan pasangan namun mampu memilih untuk menutup sebelah mata atas kekurangannya dan membuka mata yang lain untuk berfokus pada kelebihannya.♥ Sedangkan RAHMAH itu ialah, ketika kita mampu menjadikan kekurangan pasangan sebagai ladang amal untuk diri kita.
Anw, seringkali yang dibahas itu adalah bahwa kita harus bisa menerima kekurangan pasangan. Jarang yang membahas bahwa menerima kelebihan pasangan pun sesuatu yang penting bagi kelangsungan suatu hubungan. Mungkin hal ini dikarenakan anggapan bahwa karena kelebihan si dia lah (aih, norak betul pakai kata "si dia") yang menyebabkan jatuh cinta sehingga penerimaan akan kelebihan pasangan tidak perlu dipertanyakan lagi. Tapi toh ada hal-hal menyangkut kelebihan ini yang mungkin luput terpikirkan atau baru disadari setelah menikah. Misalnya, si perempuan gelar akademisnya lebih tinggi atau jejaring sosialnya lebih luas daripada laki-laki. Kalau laki-laki tidak bisa menerima kelebihan perempuan tersebut mungkin saja jadi minder. Rasanya bukanlah suatu hubungan yang menyenangkan bila ada satu pihak yang merasa inferior. Ah ya, imho, menerima kelebihan pasangan juga berarti mendukung pasangan untuk bisa mengaktualisasi dirinya di bidang yang ia minati.
Sekian.Tertanda,
Jomblowati #sumpahbukaniklan
Monday, May 20, 2013
ragu
seyakin-yakinnya hari kemarin
hari ini, mendadak sedikit ragu karena ucapan seseorang.
Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga aku pun ridho dengannya
Dari artikel 'Panduan Shalat Istikhoroh — Muslim.Or.Id'
hari ini, mendadak sedikit ragu karena ucapan seseorang.
Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga aku pun ridho dengannya
Dari artikel 'Panduan Shalat Istikhoroh — Muslim.Or.Id'
Sunday, May 19, 2013
Hasilnya adalah....
Hari ini adalah hari yang saya tunggu-tunggu: 19 Mei 2013, pengumuman seleksi profesi psikologi.
Daaaaaaaaaaan, inilah hasilnyaa :
Respon pertama: cengar-cengir plus garuk-garuk kepala.
Sedih dan kecewa, tentu saja.
Tapi di luar dugaan, kiran saya bakalan nangis gitu mengingat kemarin cukup riweuh bela-belain ikut seleksi tahap II-nya. Ternyata engga. Cuma ga enak aja pas ngasihtau ke orangtua (biar gimana juga kan daftarnya pake duit ortu~)
Saya yakin ga ada yang sia-sia dari usaha yang kita lakukan (meski hasilnya ga sesuai harapan), efek baiknya pasti ada hanya saja belum terasa atau mungkin masih malu-malu memunculkan diri :p
Alhamdulillah masih ada rejeki dari hasil freelance kemarin-kemarin, jadiiii insya Allah akan nyoba lagi di gelombang dua! Whooooosah!
Terimakasih untuk yang mendoakan di gelombang 1 kemarin ya, tetap doakan saya karena saya akan tetap berusaha :) < nyuruh orang ngedoain seenaknya :p
Daaaaaaaaaaan, inilah hasilnyaa :
Sedih dan kecewa, tentu saja.
Tapi di luar dugaan, kiran saya bakalan nangis gitu mengingat kemarin cukup riweuh bela-belain ikut seleksi tahap II-nya. Ternyata engga. Cuma ga enak aja pas ngasihtau ke orangtua (biar gimana juga kan daftarnya pake duit ortu~)
Saya yakin ga ada yang sia-sia dari usaha yang kita lakukan (meski hasilnya ga sesuai harapan), efek baiknya pasti ada hanya saja belum terasa atau mungkin masih malu-malu memunculkan diri :p
Alhamdulillah masih ada rejeki dari hasil freelance kemarin-kemarin, jadiiii insya Allah akan nyoba lagi di gelombang dua! Whooooosah!
Terimakasih untuk yang mendoakan di gelombang 1 kemarin ya, tetap doakan saya karena saya akan tetap berusaha :) < nyuruh orang ngedoain seenaknya :p
Thursday, May 16, 2013
Keluarga: Guru Pertama dan Utama
Halo Takita! :)
Membaca suratmu mengingatkan
masa-masa kecilku, soalnya agak-agak mirip. Hihihi. Dulu aku dan kakak-kakakku hampir setiap Minggu pergi ke
toko buku. Ayah yang sangat gemar membaca ingin anak-anaknya juga mencintai
buku. Makanya beliau senang sekali membelikan kami buku. Kalau kami minta uang
untuk dibelikan buku cerita pasti deh diijinkan. Tapi kalo untuk jajan, susaaah
sekali uang keluar dari dompet ayah. Hihihihi. Kata ayah, gemar membaca itu
penting. Selain untuk menambah pengetahuan, ayah bilang semakin dewasa kita
akan butuh banyak membaca. Nasihat ayah ini terasa banget loh Takita saat aku
kuliah. Tugas-tugas kuliah sangat menuntut mahasiswanya untuk membaca banyak
buku dan jurnal. Untungnya aku suka membaca, jadi hal itu bukan beban buatku.
Ibuku tak kalah hebat. Beliau
sering membacakan cerita untuk kami sebelum tidur. Ibu pandai sekali membuat
suara-suara lucu untuk setiap tokoh cerita. Sampai sekarang aku masih ingat judul-judul
cerita yang dibacakan Ibu dan yang paling aku suka adalah cerita Keluarga
Sayur. Ternyata ya, ada juga bagian dari cerita Keluarga Sayur yang terasa
manfaatnya sekarang ini. Dulu diceritakan setiap ada anggota keluarga sayur
yang gatal, biasanya sih si brokoli, ia akan disiram air garam dan tararaaam!
Ulat kecil pun keluar dari kepalanya! Ternyata ulat itulah yang menyebabkan
anggota keluarga sayur gatal-gatal. Nah, sekarang ketika aku mulai belajar
memasak, aku biasa mencuci sayur dengan air garam supaya kalau ada ulat, ulatnya
keluar. Apalagi kalau memasak brokoli, ulatnya pandai sekali bersembunyi di
antara bonggol-bonggol brokoli. Hiiiiy~
Karena ayah dan ibu sering
membelikan kami buku, di rumah kami banyak sekali buku. Boleh dibilang di
antara teman-temanku, buku ceritaku lah yang paling banyak. Teman-temanku
sering main ke rumahku untuk membaca buku. Aku senang sekali soalnya rumahku
jadi ramai. Selain itu, ayah memanfaatkan bagian belakang lemari yang membatasi
ruang tamu dan ruang tengah kami sebagai area untuk memajang karya-karya kami.
Karya-karya apakah itu? Hehehe. Jadi, ayahku mendorong kami untuk menulis
sebuah cerita setiap hari Senin. Ceritanya tentang apa saja. Biasanya kami
menceritakan kegiatan kami di akhir pekan. Tapi bisa juga cerita yang lain atau
puisi. Selain menulis, kami juga membuat gambar. Ayah membawa kertas-kertas
bekas dari kantornya serta membelikan alat mewarnai sehingga kami bisa menggambar kapanpun
kami mau. Teman-temanku yang datang ke rumah juga ikutan loh. Mereka juga
membuat karya dan dengan senang hati kami mempersilahkan mereka menempel hasil
karyanya di rumah kami. Kami senang sekali melihat karya-karya kami dipajang,
apalagi ayah dan ibu sering memberikan masukan agar karya kami lebih baik lagi. Oh iya, ayah pernah bilang, supaya lancar menulis cerita, tuliskan saja apapun yang
terlintas di kepala. Setelah itu baru deh dibaca ulang lalu diperbaiki
susunannya maupun kalimatnya bila diperlukan.
Takita, kamu pernah dengar
peribahasa ini ngga?
“Air cucuran jatuhnya ke pelimbahan juga”
yang artinya adalah kelakuan
orang tua biasanya menurun kepada anaknya. Nah, menurutku, seperti itulah yang
terjadi pada kita. Apa yang orangtua lakukan juga kita lakukan kelak. Karena
orangtua Takita senang menulis, Takita juga begitu. Karena orangtuaku senang
membaca, akupun demikian. Hihihi. Jadi kalau kita punya anak nanti, kita harus
menjadi orangtua yang punya kebiasaan baik ya, Takita. Karena apa yang orangtua
lakukan akan diteladani oleh anak. Eh Takita umur berapa sih? Masih jauh ya
kalau membayangkan menjadi orangtua? Wkwkwk.
Oh iya Takita, terinspirasi dari
kebiasaan ibuku dulu membacakan cerita, akupun jadi senang bercerita loh :D
Hobiku ini aku salurkan ke keponakanku, Raeesa namanya. Usia Raeesa saat ini +
2,5 tahun. Raeesa senang sekali dibacakan cerita. Sssst, tahu ngga Takita,
dengan bercerita lebih mudah bagi kami orang dewasa untuk mengajarkan sesuatu
pada anak. Contohnya Raeesa dan kisah Kuntum Kelinci yang suka
wortel. Jadi, di dalam cerita dikisahkan kalau Kuntum senang sekali makan
wortel karena sayuran membuatnya sehat. Nah, pada suatu hari, saat makan siang,
Raeesa menolak memakan wortel. Lalu ibunya berkata, “Eh, Raeesa ingat Kuntum
kan? Kuntum senang sekali makan wortel. Raeesa juga, kan?” Apa yang terjadi?? Raeesa mau
loh memakan wortelnya setelah diingatkan tentang si Kuntum! Hihihihi. Cerita
lainnya yang pernah dibacakan untuk Raeesa yaitu tentang anak perempuan yang belajar mandiri: pakai sepatu sendiri,
melepas kaus kaki sendiri, dan sebagainya. Setelah dibacakan cerita itu, Raeesa
jadi mau berusaha melakukan segala sesuatunya sendiri. Waktu mau dibukakan
sepatunya, ia menolak dan bilang “Ica (panggilan Raeesa untuk dirinya) bisa
sendiri!” Waah, senang sekali melihat perkembangan keponakanku ini :D
Selain dibacakan buku cerita, aku
juga membelikan Raeesa boneka tangan sebagai sarana bercerita. Raeesa senang
sekali. Apalagi waktu temanku memberikan boneka monyet, saking senangnya sampai
diberi nama oleh Raeesa: Atan! Hihihi. Seringkali aku dan Raeesa berdialog
menggunakan boneka-boneka itu. Seru deh, sekaligus mengajarkan Raeesa kosakata
baru lewat permainan ini. Hasilnya? Raeesa makin ceriwiiiis. :D Ini dia Raeesa
dan boneka-bonekanya.
Raeesa dan Atan! :D |
(kiri ke kanan) Atan, Gaja, Emo di Kerajaan Kasur |
Begitulah pendidikan ala
keluargaku Takita. Sampai detik ini aku sangat bersyukur karena didikan
orangtuaku membuatku menjadi seperti sekarang ini, ya gemar membaca, ya gemar
menulis (seperti surat buat Takita ini :D ). Buatku, pendidikan di keluarga sangatlah
penting karena keluarga adalah agen utama yang mengenalkan dan mempersiapkan
anak ke dunia luar. Tentu saja metode pendidikan tiap keluarga berbeda-beda,
yang penting menyenangkan. Salah satunya melalui bercerita :D
Sekian ceritaku tentang
pendidikan di keluargaku, Takita. Terimakasih yah sudah mau membaca suratku.
Aku mau baca surat kakak-kakak yang lain juga ah :D
Salam,
Aisyah Ibadi
Subscribe to:
Posts (Atom)