Thursday, May 23, 2013

Shaleh Sosial

Shaleh/ keshalehan sosial?
Terus terang saya baru mengetahui istilah itu sekitar setahun lalu dari tulisan Prof. Komaruddin Hidayat di harian Kompas : Keislaman Indonesia .
Keshalehan sosial menurut saya (merujuk pada bacaan di atas) merupakan suatu perpanjangan dari keshalehan individual, implementasi dari ibadah-ibadah ritual yang terwujud dalam perilaku sehari-hari, sifatnya selalu berhubungan dengan orang lain. Adapun keshalehan individual dapat dilihat dari kuantitas ibadah/ ritual keagamaan. Misalnya, alkisah hiduplah seseorang bernama A (bukan Aisyah Ibadi, bukaaan). A ini rajin sekali puasa Senin-Kamis, tetapi tiap datang ke walimahan temannya, A ngga bisa nahan diri untuk ga makan sebanyak mungkin yang dia bisa (hayoh ngaku yang suka begini! #mantul). Alhasil tiap ke walimahan orang, A suka kalap dan kekenyangan sendiri. Nah, si A ini secara keshalehan indvidual oke karena dia rajin puasa Senin-Kamis. Tapi keshalehan sosialnya kurang. Ibadah puasa yang hakikatnya melatih pengendalian diri (hawa nafsu) tidak diimplementasikan dengan baik dalam kehidupan A.

Beberapa ada yang menyangsikan hasil penelitian yang dicantumkan di tulisan Prof Komaruddin. Tetapi saya rasa, kalau kita melihat keseharian umat muslim di sekitar, cukup klop dengan penelitian itu kan? :p Sama halnya dengan cerita ayah saya berikut ini. Sepulang ibadah haji kemarin, ayah saya bercerita bahwa suatu ketika menangis di Tanah Suci. Saya kira beliau menangis karena melihat Ka'bah atau Masjidil Haram seperti cerita yang umumnya saya dengar dari orang-orang yang beribadah di sana. Ternyata yang membuat ayah saya menangis adalah sampah-sampah yang berserakan bekas para jamaah. Ayah menangis karena sedih melihat umat Islam masih belum tertib, bahkan hanya untuk membuang sampah pada tempatnya pun "belum bisa". Di satu sisi (ya pada taulah kalo orang lagi ibadah haji kerjaannya shalat-doa-dzikir doang) mengejar predikat shaleh secara individu, tetapi shaleh sosialnya? Silahkan dijawab masing-masing :)

Kemarin saya membaca buku yang membahas tentang shalat. Dalam buku itu saya menemukan sebuah hadits yang konteksnya dalam keshalehan individual (shalat) tetapi ada pesan untuk shaleh sosial juga.
"Jika salah seorang kamu shalat, maka janganlah dia letakkan sandalnya di sebelah kanan, dan jangan pula di sebelah kiri, sehingga sandal itu ada di kanan orang lain, kecuali bila tidak ada siapapun di sebelah kirinya. Dan hendaklah dia letakkan sandalnya di antara kedua kakinya" (HR. Abu Daud)
"Apabila salah seorang kamu shalat, hendaklah dia shalat dengan sandalnya atau meletakkannya di antara kedua kakinya dan jangan mengganggu yang lain dengan sandalnya" (HR. Abu Daud)
Yang saya garisbawahi itu, menurut saya menunjukkan perintah agar kita 'shaleh sosial' dengan tidak mengganggu orang lain. Di situ juga terkandung aturan main yang paling utama untuk agar kita shaleh sosial: peka terhadap hak orang lain. Dengan peka terhadap hak orang lain, kita akan memikirkan baik-baik segala tindakan kita, apakah bermanfaat atau malah merugikan orang lain.
Jadi, masih mau cuma rajin ngaji dan hafal Qur'an? ;)

Wednesday, May 22, 2013

sendu sore ini

entah mengapa tangan ini tergerak membuka pesan-pesan lama.
dan kemudian tertegun menatap sederet percakapan
rasanya sedikit sesak di dada,
menyadari ada jarak yang semakin melebar
terpaksa menyetujui kekakuan yang entah darimana munculnya
sesal tidak pernah berguna, tapi toh tetap muncul tak bisa dicegah
kapan kita bisa bercakap lagi, kawan? :')
Tuesday, May 21, 2013

SaMaRa

Copas dari komennya Kak Ilyas Ramdhani di sebuah undangan pernikahan via FB.
Baguuuus :)


Sakinah : ketenangan, ketenteraman, kedamaian (hati) dalam berkeluarga.
Mawaddah : cinta, kasih sayang. Sinonimnya Mahabbah.
Wa : dan
Rahmah (dari Allaah SWT tentunya) : ampunan, anugerah, karunia, rahmat, belas kasih, rejeki ...

Arti lainnya :)
SAKINAH, ialah ketika kita melihat kekurangan pasangan namun mampu menjaga lidah untuk tidak mencelanya.
MAWADDAH, ialah ketika kita mengetahui kekurangan pasangan namun mampu memilih untuk menutup sebelah mata atas kekurangannya dan membuka mata yang lain untuk berfokus pada kelebihannya.
Sedangkan RAHMAH itu ialah, ketika kita mampu menjadikan kekurangan pasangan sebagai ladang amal untuk diri kita.
Anw, seringkali yang dibahas itu adalah bahwa kita harus bisa menerima kekurangan pasangan. Jarang yang membahas bahwa menerima kelebihan pasangan pun sesuatu yang penting bagi kelangsungan suatu hubungan. Mungkin hal ini dikarenakan anggapan bahwa karena kelebihan si dia lah (aih, norak betul pakai kata "si dia") yang menyebabkan jatuh cinta sehingga penerimaan akan kelebihan pasangan tidak perlu dipertanyakan lagi. Tapi toh ada hal-hal menyangkut kelebihan ini yang mungkin luput terpikirkan atau baru disadari setelah menikah. Misalnya, si perempuan gelar akademisnya lebih tinggi atau jejaring sosialnya lebih luas daripada laki-laki. Kalau laki-laki tidak bisa menerima kelebihan perempuan tersebut mungkin saja jadi minder. Rasanya bukanlah suatu hubungan yang menyenangkan bila ada satu pihak yang merasa inferior. Ah ya, imho, menerima kelebihan pasangan juga berarti mendukung pasangan untuk bisa mengaktualisasi dirinya di bidang yang ia minati.
Sekian.

Tertanda,
Jomblowati #sumpahbukaniklan


Monday, May 20, 2013

ragu

seyakin-yakinnya hari kemarin
hari ini, mendadak sedikit ragu karena ucapan seseorang.

Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga aku pun ridho dengannya
 


Sunday, May 19, 2013

Hasilnya adalah....

Hari ini adalah hari yang saya tunggu-tunggu: 19 Mei 2013, pengumuman seleksi profesi psikologi.
Daaaaaaaaaaan, inilah hasilnyaa :
Respon pertama: cengar-cengir plus garuk-garuk kepala.
Sedih  dan kecewa, tentu saja.
Tapi di luar dugaan, kiran saya bakalan nangis gitu mengingat kemarin cukup riweuh bela-belain ikut seleksi tahap II-nya. Ternyata engga. Cuma ga enak aja pas ngasihtau ke orangtua (biar gimana juga kan daftarnya pake duit ortu~)
Saya yakin ga ada yang sia-sia dari usaha yang kita lakukan (meski hasilnya ga sesuai harapan), efek baiknya pasti ada hanya saja belum terasa atau mungkin masih malu-malu memunculkan diri :p
Alhamdulillah masih ada rejeki dari hasil freelance kemarin-kemarin, jadiiii insya Allah akan nyoba lagi di gelombang dua! Whooooosah!
Terimakasih untuk yang mendoakan di gelombang 1 kemarin ya, tetap doakan saya karena saya akan tetap berusaha :) < nyuruh orang ngedoain seenaknya :p
Thursday, May 16, 2013

Keluarga: Guru Pertama dan Utama



Halo Takita! :)
Membaca suratmu mengingatkan masa-masa kecilku, soalnya agak-agak mirip. Hihihi. Dulu aku dan kakak-kakakku hampir setiap Minggu pergi ke toko buku. Ayah yang sangat gemar membaca ingin anak-anaknya juga mencintai buku. Makanya beliau senang sekali membelikan kami buku. Kalau kami minta uang untuk dibelikan buku cerita pasti deh diijinkan. Tapi kalo untuk jajan, susaaah sekali uang keluar dari dompet ayah. Hihihihi. Kata ayah, gemar membaca itu penting. Selain untuk menambah pengetahuan, ayah bilang semakin dewasa kita akan butuh banyak membaca. Nasihat ayah ini terasa banget loh Takita saat aku kuliah. Tugas-tugas kuliah sangat menuntut mahasiswanya untuk membaca banyak buku dan jurnal. Untungnya aku suka membaca, jadi hal itu bukan beban buatku. 

Ibuku tak kalah hebat. Beliau sering membacakan cerita untuk kami sebelum tidur. Ibu pandai sekali membuat suara-suara lucu untuk setiap tokoh cerita. Sampai sekarang aku masih ingat judul-judul cerita yang dibacakan Ibu dan yang paling aku suka adalah cerita Keluarga Sayur. Ternyata ya, ada juga bagian dari cerita Keluarga Sayur yang terasa manfaatnya sekarang ini. Dulu diceritakan setiap ada anggota keluarga sayur yang gatal, biasanya sih si brokoli, ia akan disiram air garam dan tararaaam! Ulat kecil pun keluar dari kepalanya! Ternyata ulat itulah yang menyebabkan anggota keluarga sayur gatal-gatal. Nah, sekarang ketika aku mulai belajar memasak, aku biasa mencuci sayur dengan air garam supaya kalau ada ulat, ulatnya keluar. Apalagi kalau memasak brokoli, ulatnya pandai sekali bersembunyi di antara bonggol-bonggol brokoli. Hiiiiy~

Karena ayah dan ibu sering membelikan kami buku, di rumah kami banyak sekali buku. Boleh dibilang di antara teman-temanku, buku ceritaku lah yang paling banyak. Teman-temanku sering main ke rumahku untuk membaca buku. Aku senang sekali soalnya rumahku jadi ramai. Selain itu, ayah memanfaatkan bagian belakang lemari yang membatasi ruang tamu dan ruang tengah kami sebagai area untuk memajang karya-karya kami. Karya-karya apakah itu? Hehehe. Jadi, ayahku mendorong kami untuk menulis sebuah cerita setiap hari Senin. Ceritanya tentang apa saja. Biasanya kami menceritakan kegiatan kami di akhir pekan. Tapi bisa juga cerita yang lain atau puisi. Selain menulis, kami juga membuat gambar. Ayah membawa kertas-kertas bekas dari kantornya serta membelikan alat mewarnai sehingga kami bisa menggambar kapanpun kami mau. Teman-temanku yang datang ke rumah juga ikutan loh. Mereka juga membuat karya dan dengan senang hati kami mempersilahkan mereka menempel hasil karyanya di rumah kami. Kami senang sekali melihat karya-karya kami dipajang, apalagi ayah dan ibu sering memberikan masukan agar karya kami lebih baik lagi. Oh iya, ayah pernah bilang, supaya lancar menulis cerita, tuliskan saja apapun yang terlintas di kepala. Setelah itu baru deh dibaca ulang lalu diperbaiki susunannya maupun kalimatnya bila diperlukan.
Takita, kamu pernah dengar peribahasa ini ngga?

“Air cucuran jatuhnya ke pelimbahan juga”

yang artinya adalah kelakuan orang tua biasanya menurun kepada anaknya. Nah, menurutku, seperti itulah yang terjadi pada kita. Apa yang orangtua lakukan juga kita lakukan kelak. Karena orangtua Takita senang menulis, Takita juga begitu. Karena orangtuaku senang membaca, akupun demikian. Hihihi. Jadi kalau kita punya anak nanti, kita harus menjadi orangtua yang punya kebiasaan baik ya, Takita. Karena apa yang orangtua lakukan akan diteladani oleh anak. Eh Takita umur berapa sih? Masih jauh ya kalau membayangkan menjadi orangtua? Wkwkwk.

Oh iya Takita, terinspirasi dari kebiasaan ibuku dulu membacakan cerita, akupun jadi senang bercerita loh :D Hobiku ini aku salurkan ke keponakanku, Raeesa namanya. Usia Raeesa saat ini + 2,5 tahun. Raeesa senang sekali dibacakan cerita. Sssst, tahu ngga Takita, dengan bercerita lebih mudah bagi kami orang dewasa untuk mengajarkan sesuatu pada anak. Contohnya Raeesa dan kisah Kuntum Kelinci yang suka wortel. Jadi, di dalam cerita dikisahkan kalau Kuntum senang sekali makan wortel karena sayuran membuatnya sehat. Nah, pada suatu hari, saat makan siang, Raeesa menolak memakan wortel. Lalu ibunya berkata, “Eh, Raeesa ingat Kuntum kan? Kuntum senang sekali makan wortel. Raeesa juga, kan?” Apa yang terjadi?? Raeesa mau loh memakan wortelnya setelah diingatkan tentang si Kuntum! Hihihihi. Cerita lainnya yang pernah dibacakan untuk Raeesa yaitu tentang anak perempuan yang belajar mandiri: pakai sepatu sendiri, melepas kaus kaki sendiri, dan sebagainya. Setelah dibacakan cerita itu, Raeesa jadi mau berusaha melakukan segala sesuatunya sendiri. Waktu mau dibukakan sepatunya, ia menolak dan bilang “Ica (panggilan Raeesa untuk dirinya) bisa sendiri!” Waah, senang sekali melihat perkembangan keponakanku ini :D

Selain dibacakan buku cerita, aku juga membelikan Raeesa boneka tangan sebagai sarana bercerita. Raeesa senang sekali. Apalagi waktu temanku memberikan boneka monyet, saking senangnya sampai diberi nama oleh Raeesa: Atan! Hihihi. Seringkali aku dan Raeesa berdialog menggunakan boneka-boneka itu. Seru deh, sekaligus mengajarkan Raeesa kosakata baru lewat permainan ini. Hasilnya? Raeesa makin ceriwiiiis. :D Ini dia Raeesa dan boneka-bonekanya.
Raeesa dan Atan! :D

(kiri ke kanan) Atan, Gaja, Emo di Kerajaan Kasur

Begitulah pendidikan ala keluargaku Takita. Sampai detik ini aku sangat bersyukur karena didikan orangtuaku membuatku menjadi seperti sekarang ini, ya gemar membaca, ya gemar menulis (seperti surat buat Takita ini :D ). Buatku, pendidikan di keluarga sangatlah penting karena keluarga adalah agen utama yang mengenalkan dan mempersiapkan anak ke dunia luar. Tentu saja metode pendidikan tiap keluarga berbeda-beda, yang penting menyenangkan. Salah satunya melalui bercerita :D
Sekian ceritaku tentang pendidikan di keluargaku, Takita. Terimakasih yah sudah mau membaca suratku. Aku mau baca surat kakak-kakak yang lain juga ah :D

Salam,
Aisyah Ibadi



Dewasa-nya Anak-anak :)

Terdengar suara ribut di depan rumah.
Kusibakkan tirai kamarku, mengintip keluar.
Nampak anak-anak tetangga sedang berkumpul. Hmm, paling-paling bertengkar, batinku.
Aku kembali duduk di hadapan laptop.
Terdengar olehku, suara Ibu, berusaha menenangkan mereka
"Hayoo, kalau main tidak berantem-berantem ya"
"Aku engga!" terdengar suara anak lelaki
"Iya! Dia tuh!"
Lalu suara-suara lain menanggapi. Suasana semakin ribut.
"Sudah, sudah. Tidak boleh berantem. Anak baik mainnya tidak berantem", suara Ibu kembali terdengar.
"Iya, jangan berantem" kali ini terdengar suara anak perempuan.
Suasana lalu sedikit hening, hanya terdengar suara sapu lidi Ibuku menyentuh dedaunan dan halaman.
Tak lama terdengar suara anak laki-laki, sedikit tertahan "Ma..maafin aku ya..."
Aku tertegun, tanganku berhenti mengetik. Penasaran....
"Iya.." suara anak lain, perempuan, nampaknya menyambut permintaan maaf tadi.
Suasana hening sejenak, lalu suara Ibuku terdengar kembali "Nah, begitu kan baik namanya"
Suara anak-anak kembali terdengar, kali ini mereka tertawa dan bercanda.
"Kita main tak umpet aja yuk!"
"Ayooook!"
Voila! Semudah membalikkan telapak tangan, suasana yang tadinya tegang berganti ceria kembali :)
Nampaknya, orang dewasa perlu belajar memaafkan dari anak-anak, termasuk saya :))
Wednesday, May 15, 2013

Mamah, My Saviour :D

Jam 5.30, saya sudah rapih dan membawa dompet. Mau kemana sih, Ais?
Saya mau ke Pasar Kue Subuh dekat rumah, minta tolong adik untuk mengantar naik motor.
Hari ini akan ada penyuluhan ibu-ibu di Manggarai dan saya bertugas menyiapkan konsumsinya.
Cuuuss, saya dan adik menembus dinginnya udara pagi.
Beberapa kali sempet 'jantungan' gara-gara si adik nyalip seenak udel. Grrrr.
Setelah mendapatkan dua macam kue dalam dua kardus berukuran sedang, sayapun pulang.
Sepulangnya membeli kue, saya istirahat sejenak, menunggu toko plastik buka untuk membeli wadah kue dari mika. Hmm, habis ini nge-pack konsumsi, mandi terus berangkat ke Manggarai deh. Batin saya dalam hati, menyusun rencana hari ini.
Lalu, mamah keluar dari kamarnya, sudah rapih, siap berangkat mengajar ke sekolah.
A: "Mah, ada kue tuh, ais belinya lebih kok buat di sini (rumah)"
M: "Ah, insya Allah mau puasa hari ini"
A: (Diam sejenak) "Puasa? Kok puasa hari Jum'at gini?"
M: "Jum'at? Sekarang hari Kamis kalee~"
A: (freeze mode : On selama sepersekian detik) "HAAAAAAAAAAH? SEKARANG HARI KAMIS? BUKAN JUMAT??"
M: (ikutan panik) "Kamis! Jangan-jangan Ais salah hari? Kegiatannya hari apa sih??"
A: (menyadari kebodohan) "Jumat! Huauahahahahahahhahah. Salaaaah hareeee~"
M: (ikut tertawa) "Ampuuun. Dasar ih kamu mah. Terus ini kue isinya apa?" (menunjuk salah satu kardus)
A: (masih ketawa-ketiwi) "Risol"
M: "Yang ini?" (menunjuk kardus yang lain)
A: (tetep ketawa-ketiwi, mungkin saking korsletnya otak saya, jadi ketawa mulu) "Lapis pelangi. Hahahahaha."
M: (mikir) "Harus dihabiskan hari ini berarti, kalau besok udah ga enak"
A: (baru ngeh kalo kuenya banyak banget dan harus habis hari itu) "He? Gimana ini ngabisinnya? Bagiin ke siapa nih?" << baru menyadari dikepung kue-kue dalam kardus yang menuntut untuk segera dikonsumsi.
Kue-kue: "Habiskan! habiskan! habiskan!" 

Dan dengan cekatan mamah saya mengambil plastik dari dapur, membagikan kue-kue itu ke tetangga, dan menyiapkan bungkusan untuk dibagikan ke sekolah tempatnya mengajar dulu dan ke sekolah tempatnya mengajar sekarang (jarak kedua sekolah tidak terlalu jauh). Ya Allah, ngerasa tertolong banget oleh Mamahkuuuu~ Huhuhuhu. Ga kebayang deh kalau sepulang beli kue, Mamah udah berangkat ngajar, pasti saya bingung menghadapi kepungan kue-kue itu. Hampuuuun aisyee, pagi-pagi udah linglung! Alhamdulillah dikasih kesempatan buat bagi-bagi kue. Hahahaha.

Tuesday, May 14, 2013

Mampir ke Kandank Jurank #2 #End



Di KJD, anak-anak dididik untuk menjadi orang cerdas, bukan pintar. Apa bedanya? Kalo kata Om Gan, orang pintar itu untuk diri sendiri (kepintarannya), sedangkan orang cerdas tidak hanya pintar tapi juga menjadikan keberadaannya bermanfaat untuk orang lain. Ohiya, ketika saya tanya target yang harus dicapai/ penilaian untuk anak, Mbak Indah bilang di KJD anak-anak akan diajarkan sampai bisa. Jadi targetnya ya membuat anak yang tadinya kurang cakap menjadi cakap, yang tidak bisa menjadi bisa. Masalah banyaknya murid yang diajar tidak jadi masalah, toh nanti juga akan terseleksi secara alamiah. Hehehe. Yang kurang niat belajar pasti mundur teratur. Untuk ‘ujian’, biasanya anak-anak KJD diminta mengadakan konser, gabungan dari seluruh kelas. Konsernya bisa mingguan maupun di akhir tahun dan terbuka untuk umum. Menurut saya ini bagus banget untuk melatih anak mengonsep sebuah acara (konser) sekaligus melatih rasa percaya diri mereka dengan tampil di depan publik :)

Jangan Jual Kemiskinan!
Om Gan ini ga suka melihat lembaga-lembaga sosial yang memasang kata  “Yatim”, “Panti Asuhan”, dan sebagainya. Kata beliau itu termasuk menjual kemiskinan, dikesankan seolah mereka (lembaga-lembaga tsb) melarat dan itu bikin beliau malu. Beliau bilang kalaupun kita miskin harta, kita harus kaya jiwa. FYI, Om Gan dan KJD-nya ga pernah menyebar proposal minta dana/ sponsor sana-sini loh. Katanya, kalo mau minta ya langsung aja ke yang Maha Pemberi Rizki: Allah. Terus dana untuk operasional KJD darimana? Ya, pihak KJD tidak menolak jika ada yang datang dan memberikan bantuan. Selain itu, di area KJD ada fasilitas Outbond yang dikelola KJD dan halaman KJD yang sering disewa untuk penyelenggaraan kegiatan. Dari situlah pemasukannya. Dan omongan Om Gan ini bukannya tanpa bukti. Semua fasilitas yang ada di KJD merupakan pemberian orang-orang tanpa diminta. Lahan luas yang menjadi halaman KJD sekarang ini adalah tanah pemberian mertua Om Gan, bangunan museum dan kantor sumbangan dari PT Holcim, dsb. Makanya Om Gan sering bilang ke anak-anak didiknya bahwa semua yang ada di KJD adalah titipan Allah yang harus dijaga dengan baik. Ada sedikit cerita dari Mbak Indah yang menurut saya mencerminkan perilaku orang cerdas. Jadi, sebelum ada fasilitas outbond, ada tanah kosong tidak terpakai milik seorang warga di sekitar KJD. Alih-alih membeli tanah tersebut, Om Gan memutuskan untuk menyewa lahan tersebut untuk dijadikan lahan outbond supaya tidak hanya KJD yang mendapatkan pemasukan dari outbond, tapi juga warga tersebut. Cerdas kan? ;)

Quotes Doank
Jujur, image seorang Om Gan a.k.a Dik Doank yang terekam di kepala saya adalah seorang presenter acara olah raga yang humoris. Melihat dan mendengar beliau secara langsung, membuat saya harus menata ulang image beliau yang sudah terbentuk sebelumnya. Beliau tetap humoris, tetap terlihat suka bercanda dan ekspresif (waktu Farabi/ Om Dwiki manggung, Om Gan tanpa canggung joget-joget di depan. Menikmati alunan musik  yang emang ngundang buat gerak banget sih. Saya dan teman saya, Selfi, untungnya cukup bisa menahan diri, kecuali jempol kaki dan tangan. Heheheh). Seorang Om Gan, yang saya lihat waktu itu sangat filosofis dan kata-kata yang keluar dari beliau kalau boleh saya bilang: puitis religius. Sangat religius. Selalu berkaitan dengan Allah (FYI, beliau ini, selain kalau mau mulai kegiatan, sering mengajak audiens muslim untuk baca Al Fatihah, mendoakan orang lain. Sementara yang non-muslim berdoa sesuai keyakinan mereka). Setiap kali beliau mengutarakan pandangannya akan sesuatu, kata-katanya itu bikin saya mikir dan merenung. Memang ada beberapa yang saya kurang setuju, tapi secara keseluruhan kata-kata beliau cukup bagus untuk dijadikan bahan renungan. Beberapa di antaranya yang sangat mengena di hati saya adalah:

"Kaya dan berkah itu berjalan beriringan, namun terpisah di persimpangan. Kaya banyak memiliki sedangkan berkah mungkin sedikit memiliki tapi bisa banyak berbagi”


“Hidup adalah proses, dan proses adalah perubahan, perubahan itulah yang menandakan kita hidup.. bila kita yang hidup takut akan perubahan, sesungguhnya kita sudah mati… atau kita tetap hidup, tetapi dalam kemiskinan jiwa dan hati.” *

“Kalau kamu melihat kaleng bekas di jalan dan menyadari bahwa kaleng itu akan membahayakan orang yang melewati jalan tersebut, lalu kamu mengambil kaleng itu dan menyingkirkannya dari jalan agar tidak membahayakan orang lain, itulah Agama. Jika kamu tidak sekedar menyingkirkan/ membuang kaleng itu dari jalan, tetapi kemudian memikirkan apakah kaleng itu kelak bisa dijadikan sesuatu yang bermanfaat (dan membuat manfaat dari kaleng itu), itulah Ihsan”

Yah, itulah ulasan saya mengenai Kandank Jurank Doank. Sangat menyenangkan dan dapat banyak pembelajaran dari sana. Terimakasih KJD, semoga kelak saya punya "museum" di rumah untuk memajang karya anak-anak, minimal anak saya sendiri lah. Wkwk. Hope I'll come back there! :)

ngobrol bareng Mbak Indah di Museum KJD
tim MC dan Mbak Indah :) yg cowok di bawah itu entah siapa :p (digetok Andy)
*) dikutip dari catatan teman saya, Andy di Membangun Indonesia lewat Mendidik Bangsa Pencipta . Menarik tulisannya loh, worth to read :)
 

Blog Template by BloggerCandy.com