Halo Takita! :)
Membaca suratmu mengingatkan
masa-masa kecilku, soalnya agak-agak mirip. Hihihi. Dulu aku dan kakak-kakakku hampir setiap Minggu pergi ke
toko buku. Ayah yang sangat gemar membaca ingin anak-anaknya juga mencintai
buku. Makanya beliau senang sekali membelikan kami buku. Kalau kami minta uang
untuk dibelikan buku cerita pasti deh diijinkan. Tapi kalo untuk jajan, susaaah
sekali uang keluar dari dompet ayah. Hihihihi. Kata ayah, gemar membaca itu
penting. Selain untuk menambah pengetahuan, ayah bilang semakin dewasa kita
akan butuh banyak membaca. Nasihat ayah ini terasa banget loh Takita saat aku
kuliah. Tugas-tugas kuliah sangat menuntut mahasiswanya untuk membaca banyak
buku dan jurnal. Untungnya aku suka membaca, jadi hal itu bukan beban buatku.
Ibuku tak kalah hebat. Beliau
sering membacakan cerita untuk kami sebelum tidur. Ibu pandai sekali membuat
suara-suara lucu untuk setiap tokoh cerita. Sampai sekarang aku masih ingat judul-judul
cerita yang dibacakan Ibu dan yang paling aku suka adalah cerita Keluarga
Sayur. Ternyata ya, ada juga bagian dari cerita Keluarga Sayur yang terasa
manfaatnya sekarang ini. Dulu diceritakan setiap ada anggota keluarga sayur
yang gatal, biasanya sih si brokoli, ia akan disiram air garam dan tararaaam!
Ulat kecil pun keluar dari kepalanya! Ternyata ulat itulah yang menyebabkan
anggota keluarga sayur gatal-gatal. Nah, sekarang ketika aku mulai belajar
memasak, aku biasa mencuci sayur dengan air garam supaya kalau ada ulat, ulatnya
keluar. Apalagi kalau memasak brokoli, ulatnya pandai sekali bersembunyi di
antara bonggol-bonggol brokoli. Hiiiiy~
Karena ayah dan ibu sering
membelikan kami buku, di rumah kami banyak sekali buku. Boleh dibilang di
antara teman-temanku, buku ceritaku lah yang paling banyak. Teman-temanku
sering main ke rumahku untuk membaca buku. Aku senang sekali soalnya rumahku
jadi ramai. Selain itu, ayah memanfaatkan bagian belakang lemari yang membatasi
ruang tamu dan ruang tengah kami sebagai area untuk memajang karya-karya kami.
Karya-karya apakah itu? Hehehe. Jadi, ayahku mendorong kami untuk menulis
sebuah cerita setiap hari Senin. Ceritanya tentang apa saja. Biasanya kami
menceritakan kegiatan kami di akhir pekan. Tapi bisa juga cerita yang lain atau
puisi. Selain menulis, kami juga membuat gambar. Ayah membawa kertas-kertas
bekas dari kantornya serta membelikan alat mewarnai sehingga kami bisa menggambar kapanpun
kami mau. Teman-temanku yang datang ke rumah juga ikutan loh. Mereka juga
membuat karya dan dengan senang hati kami mempersilahkan mereka menempel hasil
karyanya di rumah kami. Kami senang sekali melihat karya-karya kami dipajang,
apalagi ayah dan ibu sering memberikan masukan agar karya kami lebih baik lagi. Oh iya, ayah pernah bilang, supaya lancar menulis cerita, tuliskan saja apapun yang
terlintas di kepala. Setelah itu baru deh dibaca ulang lalu diperbaiki
susunannya maupun kalimatnya bila diperlukan.
Takita, kamu pernah dengar
peribahasa ini ngga?
“Air cucuran jatuhnya ke pelimbahan juga”
yang artinya adalah kelakuan
orang tua biasanya menurun kepada anaknya. Nah, menurutku, seperti itulah yang
terjadi pada kita. Apa yang orangtua lakukan juga kita lakukan kelak. Karena
orangtua Takita senang menulis, Takita juga begitu. Karena orangtuaku senang
membaca, akupun demikian. Hihihi. Jadi kalau kita punya anak nanti, kita harus
menjadi orangtua yang punya kebiasaan baik ya, Takita. Karena apa yang orangtua
lakukan akan diteladani oleh anak. Eh Takita umur berapa sih? Masih jauh ya
kalau membayangkan menjadi orangtua? Wkwkwk.
Oh iya Takita, terinspirasi dari
kebiasaan ibuku dulu membacakan cerita, akupun jadi senang bercerita loh :D
Hobiku ini aku salurkan ke keponakanku, Raeesa namanya. Usia Raeesa saat ini +
2,5 tahun. Raeesa senang sekali dibacakan cerita. Sssst, tahu ngga Takita,
dengan bercerita lebih mudah bagi kami orang dewasa untuk mengajarkan sesuatu
pada anak. Contohnya Raeesa dan kisah Kuntum Kelinci yang suka
wortel. Jadi, di dalam cerita dikisahkan kalau Kuntum senang sekali makan
wortel karena sayuran membuatnya sehat. Nah, pada suatu hari, saat makan siang,
Raeesa menolak memakan wortel. Lalu ibunya berkata, “Eh, Raeesa ingat Kuntum
kan? Kuntum senang sekali makan wortel. Raeesa juga, kan?” Apa yang terjadi?? Raeesa mau
loh memakan wortelnya setelah diingatkan tentang si Kuntum! Hihihihi. Cerita
lainnya yang pernah dibacakan untuk Raeesa yaitu tentang anak perempuan yang belajar mandiri: pakai sepatu sendiri,
melepas kaus kaki sendiri, dan sebagainya. Setelah dibacakan cerita itu, Raeesa
jadi mau berusaha melakukan segala sesuatunya sendiri. Waktu mau dibukakan
sepatunya, ia menolak dan bilang “Ica (panggilan Raeesa untuk dirinya) bisa
sendiri!” Waah, senang sekali melihat perkembangan keponakanku ini :D
Selain dibacakan buku cerita, aku
juga membelikan Raeesa boneka tangan sebagai sarana bercerita. Raeesa senang
sekali. Apalagi waktu temanku memberikan boneka monyet, saking senangnya sampai
diberi nama oleh Raeesa: Atan! Hihihi. Seringkali aku dan Raeesa berdialog
menggunakan boneka-boneka itu. Seru deh, sekaligus mengajarkan Raeesa kosakata
baru lewat permainan ini. Hasilnya? Raeesa makin ceriwiiiis. :D Ini dia Raeesa
dan boneka-bonekanya.
Raeesa dan Atan! :D |
(kiri ke kanan) Atan, Gaja, Emo di Kerajaan Kasur |
Begitulah pendidikan ala
keluargaku Takita. Sampai detik ini aku sangat bersyukur karena didikan
orangtuaku membuatku menjadi seperti sekarang ini, ya gemar membaca, ya gemar
menulis (seperti surat buat Takita ini :D ). Buatku, pendidikan di keluarga sangatlah
penting karena keluarga adalah agen utama yang mengenalkan dan mempersiapkan
anak ke dunia luar. Tentu saja metode pendidikan tiap keluarga berbeda-beda,
yang penting menyenangkan. Salah satunya melalui bercerita :D
Sekian ceritaku tentang
pendidikan di keluargaku, Takita. Terimakasih yah sudah mau membaca suratku.
Aku mau baca surat kakak-kakak yang lain juga ah :D
Salam,
Aisyah Ibadi
0 comments:
Post a Comment