Thursday, May 16, 2013

Keluarga: Guru Pertama dan Utama



Halo Takita! :)
Membaca suratmu mengingatkan masa-masa kecilku, soalnya agak-agak mirip. Hihihi. Dulu aku dan kakak-kakakku hampir setiap Minggu pergi ke toko buku. Ayah yang sangat gemar membaca ingin anak-anaknya juga mencintai buku. Makanya beliau senang sekali membelikan kami buku. Kalau kami minta uang untuk dibelikan buku cerita pasti deh diijinkan. Tapi kalo untuk jajan, susaaah sekali uang keluar dari dompet ayah. Hihihihi. Kata ayah, gemar membaca itu penting. Selain untuk menambah pengetahuan, ayah bilang semakin dewasa kita akan butuh banyak membaca. Nasihat ayah ini terasa banget loh Takita saat aku kuliah. Tugas-tugas kuliah sangat menuntut mahasiswanya untuk membaca banyak buku dan jurnal. Untungnya aku suka membaca, jadi hal itu bukan beban buatku. 

Ibuku tak kalah hebat. Beliau sering membacakan cerita untuk kami sebelum tidur. Ibu pandai sekali membuat suara-suara lucu untuk setiap tokoh cerita. Sampai sekarang aku masih ingat judul-judul cerita yang dibacakan Ibu dan yang paling aku suka adalah cerita Keluarga Sayur. Ternyata ya, ada juga bagian dari cerita Keluarga Sayur yang terasa manfaatnya sekarang ini. Dulu diceritakan setiap ada anggota keluarga sayur yang gatal, biasanya sih si brokoli, ia akan disiram air garam dan tararaaam! Ulat kecil pun keluar dari kepalanya! Ternyata ulat itulah yang menyebabkan anggota keluarga sayur gatal-gatal. Nah, sekarang ketika aku mulai belajar memasak, aku biasa mencuci sayur dengan air garam supaya kalau ada ulat, ulatnya keluar. Apalagi kalau memasak brokoli, ulatnya pandai sekali bersembunyi di antara bonggol-bonggol brokoli. Hiiiiy~

Karena ayah dan ibu sering membelikan kami buku, di rumah kami banyak sekali buku. Boleh dibilang di antara teman-temanku, buku ceritaku lah yang paling banyak. Teman-temanku sering main ke rumahku untuk membaca buku. Aku senang sekali soalnya rumahku jadi ramai. Selain itu, ayah memanfaatkan bagian belakang lemari yang membatasi ruang tamu dan ruang tengah kami sebagai area untuk memajang karya-karya kami. Karya-karya apakah itu? Hehehe. Jadi, ayahku mendorong kami untuk menulis sebuah cerita setiap hari Senin. Ceritanya tentang apa saja. Biasanya kami menceritakan kegiatan kami di akhir pekan. Tapi bisa juga cerita yang lain atau puisi. Selain menulis, kami juga membuat gambar. Ayah membawa kertas-kertas bekas dari kantornya serta membelikan alat mewarnai sehingga kami bisa menggambar kapanpun kami mau. Teman-temanku yang datang ke rumah juga ikutan loh. Mereka juga membuat karya dan dengan senang hati kami mempersilahkan mereka menempel hasil karyanya di rumah kami. Kami senang sekali melihat karya-karya kami dipajang, apalagi ayah dan ibu sering memberikan masukan agar karya kami lebih baik lagi. Oh iya, ayah pernah bilang, supaya lancar menulis cerita, tuliskan saja apapun yang terlintas di kepala. Setelah itu baru deh dibaca ulang lalu diperbaiki susunannya maupun kalimatnya bila diperlukan.
Takita, kamu pernah dengar peribahasa ini ngga?

“Air cucuran jatuhnya ke pelimbahan juga”

yang artinya adalah kelakuan orang tua biasanya menurun kepada anaknya. Nah, menurutku, seperti itulah yang terjadi pada kita. Apa yang orangtua lakukan juga kita lakukan kelak. Karena orangtua Takita senang menulis, Takita juga begitu. Karena orangtuaku senang membaca, akupun demikian. Hihihi. Jadi kalau kita punya anak nanti, kita harus menjadi orangtua yang punya kebiasaan baik ya, Takita. Karena apa yang orangtua lakukan akan diteladani oleh anak. Eh Takita umur berapa sih? Masih jauh ya kalau membayangkan menjadi orangtua? Wkwkwk.

Oh iya Takita, terinspirasi dari kebiasaan ibuku dulu membacakan cerita, akupun jadi senang bercerita loh :D Hobiku ini aku salurkan ke keponakanku, Raeesa namanya. Usia Raeesa saat ini + 2,5 tahun. Raeesa senang sekali dibacakan cerita. Sssst, tahu ngga Takita, dengan bercerita lebih mudah bagi kami orang dewasa untuk mengajarkan sesuatu pada anak. Contohnya Raeesa dan kisah Kuntum Kelinci yang suka wortel. Jadi, di dalam cerita dikisahkan kalau Kuntum senang sekali makan wortel karena sayuran membuatnya sehat. Nah, pada suatu hari, saat makan siang, Raeesa menolak memakan wortel. Lalu ibunya berkata, “Eh, Raeesa ingat Kuntum kan? Kuntum senang sekali makan wortel. Raeesa juga, kan?” Apa yang terjadi?? Raeesa mau loh memakan wortelnya setelah diingatkan tentang si Kuntum! Hihihihi. Cerita lainnya yang pernah dibacakan untuk Raeesa yaitu tentang anak perempuan yang belajar mandiri: pakai sepatu sendiri, melepas kaus kaki sendiri, dan sebagainya. Setelah dibacakan cerita itu, Raeesa jadi mau berusaha melakukan segala sesuatunya sendiri. Waktu mau dibukakan sepatunya, ia menolak dan bilang “Ica (panggilan Raeesa untuk dirinya) bisa sendiri!” Waah, senang sekali melihat perkembangan keponakanku ini :D

Selain dibacakan buku cerita, aku juga membelikan Raeesa boneka tangan sebagai sarana bercerita. Raeesa senang sekali. Apalagi waktu temanku memberikan boneka monyet, saking senangnya sampai diberi nama oleh Raeesa: Atan! Hihihi. Seringkali aku dan Raeesa berdialog menggunakan boneka-boneka itu. Seru deh, sekaligus mengajarkan Raeesa kosakata baru lewat permainan ini. Hasilnya? Raeesa makin ceriwiiiis. :D Ini dia Raeesa dan boneka-bonekanya.
Raeesa dan Atan! :D

(kiri ke kanan) Atan, Gaja, Emo di Kerajaan Kasur

Begitulah pendidikan ala keluargaku Takita. Sampai detik ini aku sangat bersyukur karena didikan orangtuaku membuatku menjadi seperti sekarang ini, ya gemar membaca, ya gemar menulis (seperti surat buat Takita ini :D ). Buatku, pendidikan di keluarga sangatlah penting karena keluarga adalah agen utama yang mengenalkan dan mempersiapkan anak ke dunia luar. Tentu saja metode pendidikan tiap keluarga berbeda-beda, yang penting menyenangkan. Salah satunya melalui bercerita :D
Sekian ceritaku tentang pendidikan di keluargaku, Takita. Terimakasih yah sudah mau membaca suratku. Aku mau baca surat kakak-kakak yang lain juga ah :D

Salam,
Aisyah Ibadi



0 comments:

Post a Comment

 

Blog Template by BloggerCandy.com