"Jadi? Ya selesai, na. Terjawab sudah"
Ina memandang sahabatnya yang tersenyum. Ia tahu, ada luka di balik itu. Mata sembapnya tak bisa menutupi apa yang terjadi semalam tadi. Tapi toh ia menghargai usaha Maira, untuk tetap tersenyum.
"Lalu?"
"Lalu? Ya berlanjut seperti biasanya, Na. Apa yang dianggap buruk belum tentu begitu dalam pandangan Tuhan, bukan? God turns you from one feeling to another and teaches you by means of opposites, so that you will have two wings to fly-not one*. Aku, berprasangka baik saja pada Tuhan yang Maha Baik"
"Terus?"
"Terus? Lalu? Jadi? Hah. Aku pun bisa merespon kalau cuma seperti itu, Na" Maira melemparkan bantal yang ada di dekatnya kepada Ina, tertawa. Ina mengelak, dan ikut tertawa lega. Ia tahu, sahabatnya, tabah seperti biasanya.
Akhirnya, satu kisah selesai ditulis.
Terpaksa diselesaikan sebelum berlarut-larut.
Tidak berakhir dengan bahagia, memang.
Tapi batin ini rasanya lapang, sebab segala tanya sudah bertemu jawabnya
Meski ada yang menggenang di pelupuk mata, tapi ini yang terakhir kalinya.
Dan tidak akan pernah ada lagi. Tidak akan pernah.
...................................................................
Jika mengagumimu sudah sebegini bahagia,
memilikimu menjadi hal yang tidak perlu**
Maira, 13 Desember 2001
*) Quote by Jalaludin Rumi
**) dikutip dari bait terakhir Puisi Untukmu oleh Marissa Abdul
0 comments:
Post a Comment