Jangan meyebarluaskan penolakan imunisasi
Merupakan tindakan yang kurang bijak bagi mereka yang menolak
imunisasi, menyebarkan keyakinan mereka secara luas di media-media,
memprovokasi agar menolak keras imunisasi dan vaksin, bahkan menjelek-jelekkan
pemerintah. Sehingga membuat keresahan dimasyarakat. Karena
bertentangan dengan pemerintah yang membuat dan mendukung program imunisasi.
Hendaknya ia menerapkan penolakan secara sembunyi-sembunyi. Sebagaimana kasus jika seseorang melihat hilal Ramadhan dengan jelas dan sangat
yakin, kemudian persaksiannya ditolak oleh pemerintah. Pemerintah belum
mengumumkan besok puasa, maka hendaknya ia puasa sembunyi-sembunyi besok
harinya dan jangan membuat keresahan di masyarakat dengan mengumumkan dan
menyebarluaskan persaksiannya akan hilal, padahal sudah ditolak oleh
pemerintah. Karena hal ini akan membuat perpecahan dan keresahan di masyarakat.
Islam mengajarkan kita agar tidak langsung menyebarluaskan setiap
berita atau isu ke masyarakat secara umum. Hendaklah kita jangan mudah termakan
berita yang kurang jelas atau isu murahan kemudian ikut-kutan menyebarkannya
padahal ilmu kita terbatas
mengenai hal tersebut. Hendaklah kita menyerahkan kepada kepada ahli dan
tokoh yang berwenang untuk menindak lanjuti, meneliti, mengkaji, dan menelaah
berita atau isu tersebut. Kemudian merekalah yang lebih mengetahui dan
mempertimbangkan apakah berita ini perlu diekspos atau disembunyikan.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَإِذَا جَاءهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ
وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ
الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya
kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil
Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah
kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).” [An-Nisa: 83]
Syaikh Abdurrahman bin Nasir As-Sa’diy rahimahullah menafsirkan
ayat ini,
هذا تأديب من الله لعباده عن فعلهم هذا غير اللائق. وأنه ينبغي لهم إذا جاءهم
أمر من الأمور المهمة والمصالح العامة ما يتعلق بالأمن وسرور المؤمنين، أو بالخوف
الذي فيه مصيبة عليهم أن يتثبتوا ولا يستعجلوا بإشاعة ذلك الخبر، بل يردونه إلى
الرسول وإلى أولي الأمر منهم، أهلِ الرأي والعلم والنصح والعقل والرزانة، الذين
يعرفون الأمور ويعرفون المصالح وضدها. فإن رأوا في إذاعته مصلحة ونشاطا للمؤمنين
وسرورا لهم وتحرزا من أعدائهم فعلوا ذلك. وإن رأوا أنه ليس فيه مصلحة أو فيه مصلحة
ولكن مضرته تزيد على مصلحته، لم يذيعوه
“Ini adalah pengajaran dari Allah kepada Hamba-Nya bahwa perbuatan mereka
[menyebarkan berita tidak jelas] tidak selayaknya dilakukan. Selayaknya jika
datang kepada mereka suatu perkara yang penting, perkara kemaslahatan umum yang
berkaitan dengan keamanan dan ketenangan kaum mukminin, atau berkaitan dengan
ketakutan akan musibah pada
mereka, agar mencari kepastian dan tidak terburu-buru menyebarkan
berita tersebut. Bahkan mengembalikan perkara tersebut kepada
Rasulullah dan [pemerintah] yang berwenang mengurusi perkara tersebut yaitu
cendikiawan, ilmuwan, peneliti, penasehat, dan pembuat kebijaksanan. Merekalah
yang mengetahui berbagai perkara dan mengetahui kemaslahatan dan
kebalikannya. Jika mereka melihat bahwa dengan menyebarkannya ada
kemaslahatan, kegembiraan, dan kebahagiaan bagi kaum mukminin serta menjaga
dari musuh, maka mereka akan menyebarkannya Dan jika mereka melihat
tidak ada kemaslahatan [menyebarkannya] atau ada kemaslahatan tetapi
madharatnya lebih besar, maka mereka tidak menyebarkannya. [Taisir Karimir Rahman hal. 170, Daru Ibnu Hazm, Beirut,
cetakan pertama, 1424 H]
Sebaiknya kita menyaring dulu berita yang sampai kepada kita dan tidak
semua berita yang kita dapat kemudian kita sampaikan semuanya. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
كَفَى
بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah sebagai bukti kedustaan seseorang bila ia menceritakan segala hal
yang ia dengar.” [HR. Muslim]
Demikianlah semoga kelegaan ini bisa juga membuat kaum muslimin yang juga
sebelumnya berada di dalam kebingungan juga bisa menjadi lega.
Kami sangat berharap adanya masukan, kritik dan saran kepada kami mengenai
hal ini. Jika ada informasi yang tegas dari pemerintah tentang wajibnya
imunisasi secara mutlak, kami mohon diberitahukan.