Belajar Memasak? Iya, akhir-akhir ini, karena banyak waktu luang (maklum pengangguran. hiks), saya mulai (kembali) belajar memasak. Belum yang ribet-ribet sih. Kemarin ini bikin risoles cheese-melt.Yaa, berhubung saya hobi-nya ngemil, kadang suka pengen bikin cemilan sendiri. Heheh.
Selama bikin risoles kemarin dan mengingat-ingat masak-memasak sebelumnya, rasanya saya menemukan beberapa hal positif yang bisa dipelajari dari kegiatan ini. Apakah itu? cekidoot! ;)
1. Belajar Berproses
Ketika kamu memutuskan untuk memasak, ada hal-hal yang harus dilakukan
step by step. Mulai dari membeli bahan, mempersiapkan (mengupas bawang, menyiapkan wajan, dll), menggoreng, menumis, daan seterusnya baru kemudian mendapatkan hasilnya, yaitu masakan yang anda buat. Seperti memasak, dalam kehidupan pun ada proses-proses yang harus dilalui untuk mendapatkan hasil. Proses tidak selalu menyenangkan dan berjalan mulus. Adakalanya proses itu menyakitkan. Seperti saat mengupas bawang, siapa sih yang ga akan pedih dan sesenggukan?
*lebay*
Tapi toh setelah diiris dan digoreng / ditambahkan ke masakan sebagai bumbu, hasilnya enak kan?
*tentu saja pengecualian untuk yang alergi/ ga suka bawang yaa.heheh*
Proses yang "menyakitkan" kadang menyurutkan semangat, bahkan membuat beberapa di antara kita menyerah lalu mundur. Padahal, proses itulah yang kelak akan memberikan makna lebih dari hasil yang didapatkan. Bandingin deh, mana sih yang lebih menyenangkan: handphone yang kamu beli dengan uang hasil kerjamu atau yang tinggal minta ke ortu? Dengan asumsi merk dan tipe HP-nya ga beda jauh yaa. Kalo esia sama Ipad dibandingin sih susyee :p. Setiap kali berproses yang menyakitkan, ingat pepatah klise-tapi-bener ini:
what doesn't kill you will make you stronger! ;)
2. Belajar Berlapang Dada
Siapa yang ga kenal frase "lapang dada" ? Yang ga tau pasti ulangan PPKN waktu SD jelek yaa? *nuduh*
Saya sendiri memaknai "lapang dada" sebagai sikap bijak dalam menerima segala sesuatunya, baik maupun buruk. Dalam memasak, tidak semua masakan yang kita buat "berhasil" atau memenuhi standar selera orang pada umumnya. Padahaaal, semua langkah yang tertera di resep sudah dilakukan, bahan-bahan ditakar dengan timbangan biar pas (ini nih tipikal orang belajar masak, apa-apa pake timbangan
#selftalk). "Bagaimana hasilnya, tergantung bagaimana berproses" kadangkala tak berlaku. Dapur kayak kapal pecah tapi hasil ga seberapa. Udah capek-capek masak, ga ada yang makan karena emang rasanya yang "ajaib" atau yang dimasakin udah makan di luar. Sebel? IYA BANGET!!
*ga nyantai*
Sudah berusaha sedemikian keras, hasilnya ga sesuai dengan harapan dan tidak dihargai oleh orang lain (ya secara mereka ga liat kita "berproses" seperti apa, cuma liat hasil). Sedih. Untuk itulah menurut saya, sikap yang diperlukan menghadapi hal-hal macam ini adalah lapang dada. Menerima bahwa kenyataan itu ga selalu manis, butuh keluasan hati dan pikiran (lapang dada). Menginsyafi bahwa segala sesuatunya adalah proses. Begitupun kegagalan yang dihadapi, bukan dipandang sebagai hasil, melainkan hanya sebagian dari proses panjang menuju keberhasilan.
By the way, "kelapangan dada" ini juga merupakan nikmatNya yang harus kita minta loh. Nabi Musa aja meminta dilapangkan dadanya kepada Allah (Thaha : 25). Semoga kita termasuk hamba-hambaNya yang lapang yah :)
3. Belajar Empati
Empati berarti mampu memahami pikiran, perasaan dan keinginan orang lain #ReadItSomewhere . Ketika masak, kecuali kamu tinggal sendiri, seharusnya sih juga belajar mempertimbangkan kesukaan/preferensi orang lain. Berkaca pada ibu saya di rumah, sebelum belanja ke pasar, biasanya beliau bertanya dulu pada mau dimasakin apa. Kebayang ga tuh satu keluarga kalo pengennya beda-beda? Ya, hal itu juga terjadi di keluarga saya. Saat ada keinginan bermacam-macam, ibu mencoba mengambil jalan tengah dengan memasak yang bisa diterima lidah semua anggota keluarga. Kalaupun terpaksa memasak masakan yang disukai papah (
yes, he's the commander :p ) tapi ada salah satu di antara anaknya yang ga suka sama masakan itu, pasti ada satu menu yang jadi kesukaan anak. Belajar memasak juga akan membuat kamu menghargai setiap masakan yang dimasakan untukmu. Saya sendiri pernah beberapa kali agak kecewa ketika masakan saya ga ada yang makan, atau ada yang ga suka. Kalo ada yang ga suka, saya masih bisa maklum. Toh setiap selera kan beda-beda. Tapi kalo ga ada yang nyentuh, atau bahkan pada ga ngeh kalo saya masakkin? Huh. Pengen banjir air mata rasanya. Hahah. Ga gitu juga siih :p Tapi emang kecewa rasanya, memasak untuk orang dengan antusias tapi ga dimakan. Makanya, saya pribadi, sekenyang apapun saat pulang ke rumah, setidaknya saya "icip-icip" makanan yang ada di meja makan. Malah kalau bisa di depan yang masak (ibu) makannya. Karena saya yakin dan merasakan, di setiap suapan yang saya makan ada usaha dan perhatian yang tulus dari si pembuat masakan #tsaaah (masakan di rumah loh yaa, lain hal kalo beli di warteg mah :p eh bisa aja sih, perhatian dari penjual kepada pembeli. hahaha).
Yah, sementara ini, tiga hal itu yang saya rasa bisa dipelajari dari belajar memasak. Mungkin kamu punya pendapat lain? hehehe. Btw, jadi kepikiran, kayanya memasak bisa jadi salah satu kegiatan yang bagus untuk anak, mengingat tiga hal di atas itu. Catatan bagi para orangtua, yang telah maupun yang akan ;) Bagaimana caranya supaya tiga hal itu bisa mereka "petik" dari kegiatan memasak? Nah, itu PR kita bersamaa~
*HUUUUUU (dikeplak jamaah)*