Tuesday, June 22, 2010

oleh-oleh dari sitanala: tentang kusta

Awalnya saya ragu, sangaat ragu, menerima ajakan teman saya untuk ikut briefing perdana LCC- Leprosy Community Care beberapa bulan lalu di FKM UI. Dari namanya aja saya udah bisa nebak kegiatan komunitas yang akan saya datangi itu, komunitas peduli lepra pasti ga jauh-jauh deh dari kontak sama penderita lepra. Heii, bukannya lepra itu penyakit kulit dan bisa menular? Yang kalo udah parah anggota tubuhnya bisa “copot-copot” sendiri / “hilang” tanpa rasa sakit atau hancur termakan penyakitnya sendiri? Berbagai prasangka negatif terhadap penyakit ini bermunculan. Tapi toh saya tetap datang di briefing itu, penasaran sih. Lagipula, siapa tau saya bisa berkontribusi tanpa harus kontak langsung dengan penderita/ mantan penderita lepra.hehehe

Di briefing perdana itu dijelaskan, bahwa lepra memang menular, tapi hanya jika kita melakukan kontak yang lama dan eraat sekali dengan penderita, misalnya tinggal serumah selama kurun waktu 20-40 tahun dengan penderita. lalu, ada juga kesaksian dari kak T yang pernah kontak dengan penderita lepra selama beberapa minggu, lalu setelah itu di cek kesehatannya, alhamdulillah tidak terjangkit lepra. Biarpun begitu, saya tidak begitu saja menerima informasi ini, jujur, saya ragu (hehehe.maaf yah kakak-kakak LCC). Pertama, yang memberikan keterangan saat itu bukan dokter kulit atau ahli di bidang per’lepra’an (meskipun dibilang, “ini kata dokter ini loh”, “ini hasil diskusi dengan dokter2 FK UI loh”, bla bla bla). Kedua, kesaksian kak T meragukan, karena setelah saya browsing di internet, masa inkubasi penyakit ini adalah 2-15 tahun. Ya jelas aja waktu di cek kesehatan ga terbukti bahwa kak T ga terjangkit lepra, soalnya rentang waktu antara melakukan kontak dengan penderita hingga dilakukannya cek kesehatan kan ga nyampe dua tahun, Cuma beberapa bulan. Jelas lah belum bisa terdeteksi itu penyakit.
*)masa inkubasi: waktu yang dibutuhkan penyakit untuk menampakkan gejala-gejalanya. dalam kasus ini, gejala penyakit kusta akan timbul 2-15th kemudian setelah kita tertempel bakteri kusta


INTINYA: pertemuan pertama itu tidak berhasil mengubah pandangan negatif saya terhadap lepra

Pada pertemuan pertama itu, para founders LCC memberitahukan bahwa akan ada kegiatan mini-workcamp di Sitanala, Tangerang 12-13 Juni 2010, semacam kerja social kecil-kecilan untuk masyarakat Sitanala yang merupakan koloni mantan penderita Kusta (ada home visit juga ke rumah-rumah mantan penderita). Huaah. Bingung dan takut banget saya, antara penasaran pengen ikut tapi ga mau ketularan. Waktu browsing di internet, ketakutan akan lepra tidak juga hilang, malah nambah. Soalnya ada gambar-gambar mengerikan dari penderita lepraaa.huhuhuhu.*Kayaknya saya salah buka situs deh.hehehehe. Apalagi saat orangtua saya tau, reaksi mereka sama takutnya dengan saya, Kata ayah: “aduh, kamu beramalnya lewat jalur lain aja deh..”. Lalu ibu saya: “jangan ambil resiko ah, itu kan nular…”..Haiyaaa, saya yang memegang berprinsip “ridho Allah bergantung pada ridho orangtua”, jadi semakin ragu untuk ikut mini-workcamp ini.

Dan Allah pun menenangkan hati saya dengan cara yang tak terduga. Saya baru inget kalo saya punya langganan dokter kulit: dr. dewi inong irana SpKk. Wah, begitu ingat beliau saya merasa punya harapan. Saya ga meragukan lagi ke’ekspert’an dokter yang satu ini. Selain menolong saya dari masalah jerawat yang hinggap selama bertahun-tahun, saya tau sepak terjang dokter ini di dunia penyakit kulit dan kelamin (dari internet, tv, dan seminar-seminar beliau). Saat kontrol, saya pun menanyakan tentang lepra, dan jawabannya sederhana banget sih kalo dipikir-pikir, tapi ternyata cukup ampuh untuk menenangkan saya:
A: dokter, penyakit lepra menular ga yah?
D: menular (saya: DEGG!!)…..tapi harus kontak yang lamaa sekali dengan penderita, tinggal lama serumah misalnya. Emang kenapa? di rumah ada yang kena lepra??
A: ah engga. ini saya mau ikut acara, semacam kerja social kecil-kecilan ke koloni mantan penderita lepra. saya takut bgt dok.
D: oalah. engga akan nular lah, cuma sebentar kan?saya enam bulan kontak intensif sama penderita lepra bahkan sifilis, alhamdulillah sehat sampai sekarang, ga tertular (lalu bu dokter memberikan senyuman yang sungguuh menenangkan hati)
A: oh gitu ya dok? abis saya takut banget ketularan
D: insya Allah engga, yang penting kamu jaga kebersihan, gizi kamu cukup, jangan sering makan yang instan-instan, perbanyak sayur dan buah. udah itu aja kok
Huaah.dialog tadi membuat saya memutuskan untuk ikut ke Sitanala, masih deg-deg an dikit sih tapi.hehehe.

Dan saya TIDAK MENYESAL telah memutuskan untuk ikut ke Sitanala, selain acaranya seru (apalagi bagian menghias TK Taman Sukaria dan senam bareng anak-anak TK :D ), di mini-workcamp ini salah satu acaranya ada sesi “ngobrol-ngobrol” bareng dokter yang udah melanglang buana di dunia kusta, serta menghadirkan dua bapak mantan penderita kusta dan tokoh masyarakat setempat.
Saya seperti mendapat pencerahan melalui penjelasan dokter itu, kira-kira begini ringkasannya:

-Kusta disebabkan oleh mycrobacterium leprae, menyerang kulit, saraf tepi, selaput lendir

-Kusta MEMANG MENULAR, tetapi DAYA TULARNYA RENDAH. Saat kita ‘ketempelan’ bakteri penyebab kusta, bakteri itu perlu waktu 15 hari untuk sampai masuk menembus kulit. Nah, untungnya bakteri ini sangat mudah mati jika terkena sabun ataupun terkena panas matahari. Jadi, walaupun ketempelan bakteri kusta, karna kita mandi dua kali sehari dan pasti terpapar panas matahari saat keluar rumah, ga ada masalah dong?? :)

-Selama system imun kita bagus, insya Allah kita tidak akan tertular kusta (system imun yang bagus didapat jika kita bergizi cukup,menjaga kebersihan, dll). Pada dasarnya, 96% dari kita kebal terhadap kusta. Lalu kemanakah yang 4% nya? Nah, mereka adalah golongan yang tidak beruntung karna system imunnya tidak ada (jenis kustanya disebut kusta basah) atau tidak cukup kuat melawan bakteri penyebab kusta (kusta kering). Biasanya mereka yang termasuk ke dalam 4 % itu adalah mereka yang system imunnya abnormal, kurang gizi, kurang menjaga kebersihan, dll.

- Untuk mengecek apakah kamu terkena kusta atau tidak, coba deh mulai aware dengan segala bercak putih yang ada di tubuh kamu (kata dokternya, biasanya bercak putih ini muncul di kulit bagian (maaf) pantat atau kulit di bagian siku. kalau pada daerah bercak putih itu kamu tusuk dengan peniti, misalnya, dan akmu ga merasa apa-apa (mati rasa), itu patut dicurigai bercak kusta. Heiii, jangan khawatir, obat kusta sudah tersedia di puskesmas-puskesmas dan kemungkinan sembuh 99%. Tapi saya yakin, teman-teman semua adalah orang-orang yang termasuk ke dalam 96 % itu *kalian ga menderita malnutrisi atau mandinya ga cuma 2 minggu sekali kaan?? :)

Haduuh. Lega banget rasanya mendengar uraian-uraian dokter itu. Lalu, para mantan penderita kusta itu bercerita suka duka mereka (lebih banyak duka sih menurut saya). Sebagai penderita kusta, mereka sulit sekali diterima oleh masyarakat. Ya, masyarakat yang tidak begitu tahu tentang penularan penyakit ini punya pikiran yang sama negatifnya dengan pemikiran saya terdahulu. Mereka sangat takut tertular sehingga diskriminasi terhadap penderita, bahkan mantan penderita, terjadi. Misalnya saja bapak X, mantan penderita kusta membuka usaha menjual keripik pisang. Begitu orang-orang tahu bahwa yang menjual keripik itu adalah mantan penderita kusta, saat itu juga tidak ada satupun orang yang mau membeli keripik buatannya. Bahkan yang membuatku makin sedih, saat ia belanja ke pasar, si pedagang mengambil uang yang ia berikan dengan menggunakan saputangan, hanya karna ia pernah menderita kusta. hiks.

Jaman dulu, kira-kira tahun 80an, informasi mengenai kusta memang sangat sedikit dan obatnya pun belum ada. Penyakit ini dianggap penyakit yang ‘hina’ atau ‘kutukan’ Tuhan, sehingga para penderitanya diasingkan bahkan ‘dibuang’ oleh keluarganya. Sekitar tahun ’81 obat kusta mulai ada di Indonesia dan pemerintah mulai membangun rumah sakit khusus untuk menangani penderita kusta, salah satunya di Sitanala, Tangerang. Para pasien yang telah sembuh, karena ‘dibuang’ oleh keluarga/ masyarakat di daerahnya akibat kusta, akhirnya membentuk koloni di sekitar rumah sakit itu.

Oia, di awal kan saya sempat beranggapan bahwa penyakit kusta menyebabkan anggota tubuh si penderita akan ‘copot-copot’ akibat digerogoti penyakit tsb. Ternyata hal itu ga bener, kawan :) jadi, yang bener itu, penyakit kusta yang menyerang saraf tepi menyebabkan indera peraba yang diserang tidak berfungsi, akibatnya apapun rangsangannya tentu tidak terasa oleh penderita. Contohnya, Bapak X yang terserang pada syaraf kakinya, menyebabkan area lutut hingga ujung jari lumpuh/mati rasa. Pada suatu hari, ia tidak menyadari bahwa lima buah paku tertancap pada telapak kakinya (karena mati rasa). Akibatnya terjadi infeksi parah dan kakinya harus diamputasi. Jadi “hilang”/ “hancur”nya anggota tubuh penderita kusta bukan disebabkan langsung oleh penyakit kusta, melainkan akibat kecelakaan-kecelakaan yang terjadi karena system saraf yang tidak berfungsi.

ini ada sedikit dokumentasi dari kegiatan mini workcamp kemarin:

ini waktu home visit..













ini waktu senam bareng anak-anak TK *lucu-lucu :D


















inilah hasil kami mengecat TK :)












huwaaw.sekian dulu yah temaaan. saya merasa beruntung sekali ikut kegiatan ini karna mendapat pengalaman dan info yang berharga, dan karna itulah saya ingin membaginya dengan kalian :) semoga bermanfaat!

0 comments:

Post a Comment

 

Blog Template by BloggerCandy.com