Seringkali, saat bepergian, perhatian saya tertuju pada pedagang asongan, tukang jualan yang dipanggul atau mendorong gerobak, salesman (terutama yang jual kitab atau buku-buku doa dan semacamnya), dsb
probabilitas mereka mendapatkan rezeki, menurutku, kecil sekali dibanding dengan usaha mereka: berjalan jauh kesana kemari tanpa kepastian apakah ada pembeli pada jalan yang mereka tempuh
apalagi salesman kitab (yg jual al-qur’an, dll), menjual sesuatu yang bukan kebutuhan primer.lebih susah laku sepertinya
dan kalau dilihat, kebanyakan pedagang yang saya amati itu sepertinya sudah berkeluarga. artinya apa yang mereka lakukan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, tapi juga untuk keluarga mereka
Y Rabb, bagaimana bisa mereka hidup dari pekerjaan yang tak pasti seperti itu?
itu pertanyaan yang selalu muncul di benak saya saat melihat mereka
Saya membandingkan dengan penghasilan keluarga saya. Orangtua saya PNS, gaji nya rutin diberikan setiap bulan. Meskipun rutin dan pasti besarannya, tetap saja terkadang ada saja hal-hal yang membuat pengeluaran di luar budget.
Bahkan, terkadang uang saku yang diberikan orangtua pada saya setiap bulan pun tidak cukup. saya, seringkali, merasa kurang.astagfirullah
Kalau dipikir-pikir, jarang sekali saya bersyukur.
Sekedar mengucap Alhamdulillah saat bangun pagi atau setelah makan pun sering lupa
Allah, terimakasih untuk kehidupan yang serba cukup ini:)