Thursday, February 28, 2013

Mendidik Anak: Cara, Waktu, dan Porsi yang Tepat

Berawal dari tweet seorang teman yang habis mengajak murid-muridnya ke Kidzania, saya jadi latah, ingin mengajak keponakan yang berusia 2,5 th ke sana. Lalu saya tanyakan kepada teman tersebut apakah ada batasan usia minimal untuk anak yang ingin berkunjung ke Kidzania (mengingat tayangan di Tv mengenai program di Kidzania yang rasanya lebih cocok untuk anak usia SD, sementara keponakanku masih piyiiik. Hehehe). Teman saya bilang, batas usia tiap establishment/ wahananya ada yang 4 dan 6 th. Dia menyarankan, sebaiknya bawa anak yang sudah berusia 6 th saja supaya bisa mengunjungi wahana lebih banyak. Wah, berarti saya harus menunggu 3,5 th lagi untuk mengajak si unyil ini *lirik keponakan* Hihihihii.

Dari dialog dengan teman saya itu, saya jadi berpikir bahwa dalam memberikan edukasi bagi anak, selain cara, waktu dan porsi hendaknya juga menjadi pertimbangan sebab ketiganya saling terkait satu sama lain. Sejauh pengamatan saya, baik pada media maupun lingkungan sekitar, pembahasan pendidikan anak cenderung terpaku pada cara, metode. Bagaimana mendidik anak dengan cara yang menyenangkan, dan sebagainya. Padahal, cara yang menyenangkan jika memang "belum waktunya", belum tentu efektif. Contohnya kasus saya tadi. Berkunjung ke Kidzania, tentu akan menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi keponakan saya yang memang senang bereksplorasi. Akan tetapi, wahana-wahana di Kidzania sudah dirancang sedemikian rupa dengan batasan usia minimal tertentu. Saya yakin wahana-wahana itu dirancang sedemikian rupa, menyesuaikan dengan perkembangan kognitif anak. Sehingga kalaupun keponakan saya berkunjung ke sana dan mendapat pengalaman baru, pembelajaran yang telah disiapkan oleh wahana-wahana di Kidzania belum tentu diterima secara efektif oleh keponakan saya mengingat ada kesenjangan antara usia keponakan dengan usia peruntukkan wahana. Perkembangan kognitif keponakan saya tidak sesuai dengan rancangan pembelajaran wahana Kidzania yang diperuntukkan untuk usia dengan tahap perkembangan kognitif yang berbeda.

Kasus lain terkait soal waktu adalah membaca. Kursus membaca sekarang ini dapat kita temukan dengan mudah, semudah kita menemukan upil di hidung kita sendiri. Hahaha. Maksud saya, kursus membaca sekarang ini bertebaran di mana-mana. Apa sebab? Sekolah Dasar Negeri di masa sekarang banyak yang mewajibkan calon siswanya sudah bisa baca, sodara-sodara. Saya kurang tahu dengan Sekolah Dasar Swasta karena yang sering saya dengar peraturan itu dari SDN (Tara Salvia, sekolah tempat saya magang sih ngga gitu). Padahal menurut Kak Seto dalam suatu talkshow di TV, membaca sebaiknya diajarkan saat usia 7 tahun atau kelas 1 SD (FYI, setau saya ada peraturan masuk SD itu umur 7 tahun atau setidaknya jalan 7 tahun. Saya yakin peraturan ini sudah dipertimbangkan dengan matang oleh tim ahli pendidikan dalam membuat kebijakan. Masalahnya, ada kan orangtua yang 'maksa' anaknya untuk masuk SD lebih awal? -..- Kecuali kalau anaknya memang gifted sih ga apa-apa). Dan menurut ibu saya yang berprofesi sebagai guru SD, pelajaran membaca memang adanya di kelas 1 SD. Komentar beliau mendengar SD yang mengharuskan calon siswanya bisa membaca: "Itu sih gurunya males ngajarin muridnya baca" Wkwkwk. 

Entah ya, tapi sepertinya di masyarakat berkembang pola pikir semacam ini: semakin dini masuk sekolah, semakin cerdas si anak nantinya atau semakin dini anak bisa membaca, semakin cerdas ia kelak. Apakah benar? Ternyata tidak. Mengajarkan anak membaca ada usia yang tidak tepat/ terlalu dini menyebabkan kesulitan membaca di kemudian hari, terutama dalam hal pemahaman bacaan. Anda dapat membaca artikel ini untuk mengetahui penjelasan terkait yang lebih detail (ketahuan males meringkas artikelnya nih si ais *dijitak pembaca*). Tambahan, dari kuliah Pendidikan Keluarga yang saya ambil di tahun terakhir kuliah (anak psikologi yang ga ngambil ini rugiii. Udah materinya aplikatif, nilainya juga cincay loh #eh ), mengajarkan anak membaca juga perlu 'pemanasan'. Sebelum mengenal huruf di usia SD, terlebih dahulu anak diajak mengenali bentuk-bentuk geometri sederhana. Bukankah huruf-huruf alfabet merupakan kumpulan bentuk geometri? Naah, pengenalan bentuk inilah yang menjadi modal anak untuk belajar membaca kelak.

 Oke, sekarang mari beranjak ke pembahasan porsi. Yang paling enak dicela masalah porsi ini kurikulum Indonesia. Hahaha. Merasa ga kalau kurikulum di Indonesia itu "berat" banget? Apa? Biasa aja? Selamat. Berarti anda seorang jenius yang pantas memenangkan olimpiade kalau gitu. Tidak perlu melanjutkan membaca tulisan saya. Hush hush (Wakakak). Pertama kalinya saya menyadari bahwa kurikulum Indonesia itu 'berat' saat berbincang-bincang dengan teman (kami duduk di bangku SMA waktu itu) yang pernah tinggal di berbagai belahan dunia karena mengikuti Ayahnya yang seorang diplomat. Dia ingat waktu usia SD adalah kali pertamanya pindah dan menetap di suatu negara, kalau ngga salah Inggris. Dari SD di Indo, dia sudah diajarkan perkalian hingga perkalian 10 dan sudah hafal di luar kepala (itu tuh yang disuruh maju satu persatu di depan kelas duluu. Hahaha). Ketika pindah ke Inggris dan memasuki level yang setara dengan kelasnya di Indo dulu, alangkah herannya ia. Ternyata anak-anak di sana baru belajar penjumlahan dan pengurangan! Alhasil teman saya jadi yang paling "pinter" gitu deh soalnya sudah bisa perkalian. Wkwkwk. Tapi apakah di masa depan anak-anak Inggris itu, atau secara global, apakah hal itu lantas menjadikan Inggris lebih terbelakang dari Indonesia? Silahkan dijawab dalam hati :)) Di sini terlihat keterkaitan antara porsi materi dengan usia (waktu) anak. Porsi materi yang diberikan sesuai dengan usia akan terserap lebih baik.

Setau saya, dari teman dan Papah (yang kebetulan banyak bekerja dengan orang-orang asing dalam hal kurikulum), kurikulum di Indonesia itu seakan 'menjejalkan' berbagai macam ilmu kepada anak didiknya. Mungkin dengan harapan anak Indonesia banyak 'tahu' meski dampaknya memang banyak 'tahu' tetapi cuma kulitnya saja. Sedangkan pendidikan di luar negeri umumnya mencetak spesialis-spesialis di bidang tertentu. Setelah materi dasar diberikan pada tingkatan tertentu, murid-muridnya menjalani peminatan sesuai pilihan dan bakatnya. Setiap anak dijuruskan dalam suatu bidang dan mempelajarinya secara mendalam. Hmm, mungkin kalau dianalogikan kurikulum Indonesia itu horisontal. Semua ingin dicapai, diraup, tapi hanya permukaan saja hasilnya. Sedangkan kurikulum negeri-negeri lain itu vertikal, satu bidang tapi mendalam.

Jadi ingat cerita Ibu saya mengenai sekolah di masa beliau kanak-kanak. Beliau bilang sekolah itu menyenangkan, meski fasilitasnya terbatas, menulis di atas batu sabak (jadi harus bener-bener ingatannya, habis dipakai dicuci batunya). Istirahat sekolah itu lama, sampai sejam. Ibu dan teman-teman kala itu bisa main-main di sungai/ sawah, mencabut kacang tanah di kebun terus dimakan bareng-bareng, pada jam istirahat. Pelajarannya pun tidak sebanyak seperti sekarang. Kata Ibu, melihat anak-anak SD sekarang itu kasihan karena cukup tinggi tuntutan belajarnya. Namun apa mau dikata, guru pun juga mengejar ketuntasan dan target kurikulum yang ditetapkan. Dilematis memang.

Yap. Sekian ocehan soktau saya kali ini. Mendidik anak itu seperti halnya memberi makan pada anak. Cara yang tidak menyenangkan bisa membuat anak trauma terhadap jenis makanan tertentu, pemberian makanan yang tidak sesuai usia (waktu) bisa menyebabkan sistem metabolisme anak terganggu (bayangin aja anak bayi dikasih kare kambing), dan porsi yang berlebih bisa membuat anak muntah ataupun obesitas yang rentan terkena berbagai macam penyakit. Tugas kita sebagai (calon) orangtua adalah membuat formula agar cara, waktu, dan porsi dapat bersinergi dengan baik. Mari sama-sama belajar. Selamat malam! :)



Tuesday, February 26, 2013

Hiburan Pagi Hari

Sebagai pengangguran (duh, sedih kieu euy nulisnya. Wkwk), otomatis di pagi hari saya berada di rumah sementara yang lain berangkat kerja dan sekolah (makin sedih. Ihiiiks. *tisu mana tisu*). Selesai membantu ibu menghabiskan sarapan #eh dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga (karena memang di rumah tidak ada asisten), kira-kira pukul 06:30-07:00, tinggallah saya dihadapkan dengan acara-acara TV. Alhamdulillah, atas bimbingan Allah SWT (jieee~), saya menemukan acara yang tidak hanya mengundang tawa namun cukup "berisi", di tengah-tengah gerilya infotainment di pagi hari. Apakah ituu~ ?


Iyaah, acara Hati ke Hati bersama Mamah Dedeh! :D di ANTV setiap hari Senin-Jumat Pk. 06.30, Sabtu-Minggu 06.45.
Lucu karena Mamah dedeh ini orangnya cablak dipasangkan dengan Abdel, host acara yang juga lawak banget. Ada juga Mang Kasep yang ga kalah bodor x))
Ohiya, tawa Mamah Dedeh ini sangat khas, dan bikin saya cekikikan setiap kali mendengarnya. Wkwkwk
Jadilah acara ini semacam acara tausiyah tapinya lawak :D
Nilai plus dari acara ini dibandingkan dengan acara Mamah Dedeh di staisun tv lain (dengan jam tayang lebih pagi), adalah bintang tamu yang bagi saya cukup inspiratif. Bintang tamu umumnya orang-orang yang kekurangan secara materi namun tetap semangat dan berikhtiar dalam menjalani hidup.
Bravo Mamah Dedeh dan Abdel (dan Mang Kasep #ehem) ! Tetap lucu selalu yaa! :D

Kan, suka kocak emang ni berdua x))



They Will Get The Most...

Recently, news about corruption is broadcasted everywhere, everytime. Latest is the news about Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) found some evidence which refer to Mr. AU involvement in Hambalang Case. When KPK made a press conference about it, in the other side, some journalists came into Mr. AU's house to get some clarification/ information from him. But they got nothing on that day, because none of the residents came out. Was his family there when the journalist came or they escaped to somewhere? I just wondering how the family cope with media exposure.

In my opinion, media nowadays often exaggerated when presented certain issues and sometimes it will make people overreacted. They expose an issue too much, neither the quantity of broadcast nor the duration. Media also presenting issue dramatically, maybe in order to get high rating only? Tsk. I said that because I took a course:  psychology media, so I often observe how media presents issues/ information ( I wrote a post about the exaggeration of media before). In example when media presented an issue about someone involvement in a corruption case. Some media, through their provocative headline and narration, lead  audience to conclude that the 'suspect' is the same with (as if) a defendant. So the suspect will be judged convicted by people. That's unfair because our country has law principle: presumption of innocence.

I can't imagine how the family of Mr. AU feel, especially the children. In think when someone is involved in corruption, their family will get the most impact. Not only the impact from the money corruption itself but also from media exposure. (You can read this post to know about compensations of living with 'haraam' money just as from corruption). Sooner or later, the children will hear the news about their father. They also will hear/ read/ watch negative comments about their beloved father and maybe will be questioned and criticized by their friends
:( 

Rizki itu "Luas"

Berikut adalah cuplikan obrolan saya dengan seorang teman. Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud mengecilkan/ menyudutkan pihak manapun. Hanya saja, obrolan ini memberikan pelajaran tersendiri bagi saya, dan semoga juga begitu untuk yang membaca :) Ohiya, paragraf berikut sudah saya edit tanda baca, singkatan, dsb (maklum deh ini ngobrolnya via chat. Hehehe). Namun insya Allah tidak mengurangi makna yang disampaikan.

Intinya suatu amalan diterima itu jika: ikhlas mengharapkan ridho Allah dan mengikuti cara bimbingan Rasul. Jika salah satu dari ini tidak terpenuhi maka amalan itu tertolak. Jadi aku sendiri sedikit heran dengan dai-dai di TV, mereka mengajarkan dzikir-dzikir yang kadang tidak ada asalnya dari Rasul atau ada, tetapi bilangan dzikirnya mereka buat sendiri dan mengatakan hal ini tidak mengapa, dan dzikir ini terkadang tujuannya satu biar rizki (harta) bertambah banyak jadi kaya raya. Tidak menafikan kita pasti minta rizki kepada Allah, tetapi ini penyempitan maksud dzikir itu sendiri. Dzikir lebih luas dan rizki itu juga luas, bukan terbatas harta. Bisa sholat dengan khusyu juga rizki. Kalau rizki hanya sebatas harta, orang kafir tidak pernah berdzikir akan tetapi dari segi harta mereka jauh lebih banyak. Cara yg salah membawa kita dalam amalan yg salah.
#SelfTalk
Iya ya, pembicaraan soal rizki kebanyakan merujuk pada materi/ harta. Padahal, seperti yang disampaikan teman saya itu, banyak hal yang sifatnya non-materi dan itu juga merupakan rizki dari Allah.
Wallahua'lam bish showab.
Friday, February 22, 2013

Fight for Improvement*

Hai friends! Let me write in english ya, even my grammar was terrible (oh yes, you can find it more and more in the next sentences, I guess :p). Some days ago, I read a post which brings home to me the level of my english skill (and maybe you can predict the level is with the first sentence? Hehehe). I took an english course when I was on senior high school, a long time ago since I am a freshgraduate right now. But because I'm too lazy to apply my english skill (through writing and speaking) after the course, I feel the skill is more decrease and decrease. Gratefully I jumped into the post I mention before and it encourages me to learn english again. So I push myself to do some effort, just like this post :)
I remember someone said to me, the key of learning english is confidence and exercise more. I hope this spirit never last, because I am a little bit moody person. Huhuhu. Fightiiiing! I wanna be someone who can easily write and speak in english, and I'm sure I can. Whoooosah~

*this post was revised due to some corrections gave by Mr. and Mrs Delta in the 1st comment of this post ;)
Saturday, February 16, 2013

The Feeling When Allah Reminds You :')

1
Yak. Gejala tipus ini membuat salah satu hal terpenting dalam menyambung hidup (baca: MAKAN) dibatasi. Semua yang masuk ke perut harus yang lembut-lembut. Boleh nasi, tetapi harus dikunyah selembut mungkin dan itu memakan waktu lama. Errrr -..- << anaknya biasa makan cepet.
Saya ingin mengeluh atas kondisi ini, dan hampir melakukannya kalau saja saat itu, pagi hari itu, saya tidak membaca koran. Di halaman depan, mata saya tertuju pada berita tentang warga yang sudah mengonsumsi nasi aking sejak 5 bulan lalu. Tahu nasi aking kan? Itu, nasi sisa yang dikeringkan kemudian ditanak kembali :( Keluarga itu sangat miskin hingga tidak mampu membeli beras. Dikisahkan dalam berita itu, kesulitan mereka dalam mencari uang dari pekerjaan yang tidak tetap. Seketika, nurani saya seakan berbicara, mengingatkan Apalah artinya pembatasan makanan yang saya alami dibandingkan dengan kondisi mereka. Ya, saya kan hanya dibatasi sekian waktu saja, nah kalau mereka? Mereka mungkin bahkan tidak tahu esok masih bisa makan atau tidak. :(

2
Hari ini berhasil bangun malam (kurang lebih pukul 01.30)! Yeeey! Meskipun agak ga canggih, bangunnya karena mimpi mau ke toilet terus langsung sadar diri bahwa itu adalah mimpi! Huh. Apa kata dunia bila mengetahui gadis unyu 22 tahun  ditemukan basah kuyup di tempat tidurnya (ngompol) ?? Errr..........
Oke, saya pun beranjak dari tempat tidur, buang air kecil dan lanjut tahajjud. Selesai tahajjud dan berdoa, saya beranjak ke kasur untuk tidur kembali. Namun apa mau dikata, setelah bolak-balik di kasur, ternyata ga mau tidur lagi. Emang dasar anaknya suka korslet, yang muncul di otak saat itu: waktu dini hari adalah saat yang "mustajab" bagi para downloader (koneksi internet lancar maksudnya). Sayapun menyalakan laptop, membuka tweetdeck (tetep ya ciiiin buka socmed! Pfffft!) dan men-download Running Man! Sembari menunggu download, saya cek timeline via tweetdeck. Eh, entah mengapa mata saya langsung menyambut tweet Aa Gym yang bunyinya kira-kira begini: 
"Sepertiga malam terakhir adalah waktu yang mustajab. Jangan disia-siakan, perbanyaklah doa"
JLEB (ditusuk pisau dapur)
JLUB (ditusuk golok)
Grik...Grik..Griik (digergaji)
MAMAM TUH AIIIIIIIIIIIISSSSSSS!
Astagfirullah. Buru-buru saya balik badan, istigfar, baca Qur'an, doa-doa, sampai akhirnya waktu subuh tiba.
Rasain! Untung diingetin Allah via Aa Gym!
Eh alhamdulillah download-an running man kelar juga sih *diselepet pembaca*

Entah ya, tapi dari dua kejadian di atas (dan kejadian lain yang tidak diceritakan di sini), saya merasa bahwa Allah itu punya cara tersendiri untuk mengingatkan hamba-hambaNya agar lebih bersyukur, taat, yakin, intinya back to the right track.  Menyadari hal itu membuat saya merasa..... :'''') ..... sangat beruntung dan bersyukur, setidaknya saya menyadari ketika peringatan Allah itu datang kepada saya.
Allah masih membukakan pintu hati, mata dan telinga saya untuk menyadari itu.
Bagi saya, tak ada yang lebih menakutkan daripada dibutakan mata dan telinga, dikeraskan hatinya, oleh Allah. Hal ini tercantum dalam Al Qur'an, di antaranya Al Kahfi: 57
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang  yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhan-nya, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sungguh, kami telah menjadikan hati mereka tertutup (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan Kami (letakkan pula) sumbatan di telinga mereka. Kendatipun engkau (Muhammad) menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk untuk selama-lamanya.
Alhamdulillah :)

p.s : imho, rasanya perlu menyelipkan di setiap doa agar hati kita selalu terbuka dalam menerima tanda-tanda kebesaran dan hidayahNya karena hal ini juga merupakan kenikmatan (iman) yang patut diminta. Hehehe. Yuk, sama-sama belajar :)

Pascasarjana: Mahal! Tapi Allah Maha Kaya :)

Sebenarnya, di tahun-tahun terakhir kuliah sempat nge-drop soal karir di masa depan.
Pasalnya, karir yang diharapkan sebagai psikolog harus melewati jenjang pendidikan S2 terlebih dahulu yang mana biayanya, bagi saya, sangat mahal.
Pendaftaran untuk seleksi masuknya saja 1.000.000,-
Terus? Uang pangkalnya? Biaya per semesternya berapa, is?
Hmm, siapin mental dan jangan pengsan ye *lebay*............................................
..................................................................................................................................









Lalu saya mulai mengutuki pembuat kebijakan entah-siapa-namanya , yang mengubah program psikologi menjadi 4 tahun belajar (normalnya). Dulu itu lama kuliahnya 6 tahun, tapi begitu lulus sudah bergelar Dra. atau Drs. which is udah jadi psikolog ( cmiiw yaa). Bayangkan, betapa hematnya kuliah kala itu. Tentu saya tidak akan membandingkan biaya kuliah jaman baheula itu (yang masih belasan ribu rupiah!) dengan sekarang. Tapi setidaknya, dengan sistem pendidikan 6 tahun itu tidak usah tes lagi, tidak usah bayar uang seleksi lagi, waktunya juga lebih efisien. Pembimbing skripsi sayapun (padahal beliau sangat berada orangnya) bilang bahwa kuliah S2 itu mahal, kata beliau: "Kan jadi yang bisa kuliah S2 cuma yang kaya-kaya aja...". Tapi toh mau nyumpah-serapah sampai berbusa juga ga ada gunanya. Jadi saya langsung mingkem seketika. Mencari jalan keluar bagaimana caranya mendapatkan biaya untuk S2 (dengan bekerja/ beasiswa), atau memutuskan untuk stop di strata 1 (hiks).

Akhirnya selepas lulus, saya memutuskan untuk bekerja terlebih dahulu, mengumpulkan uang untuk S2 - Daftar S2 sambil melamar kamu #EH melamar beasiswa maksudnyaa~
Tentu saja saya memilih bekerja di perusahaan, menjadi karyawan kantoran. Menahan passion saya di bidang pendidikan dan anak. Yes, tujuan saya saat itu memang uang, uang dan uang. Oke, saya pun mempercantik CV, siap menyebarkannya  ke seluruh perusahaan terkemuka (yang penting mah sebar dulu sebanyak-banyaknya!). Wajah sih ga perlu di photoshop juga udah okeh ;p

Dan Allah berkehendak lain.

Saya yakin, apapun yang dikerjakan itu ga akan berkah tanpa restu dan ridho orangtua. Maka dari itu, saya utarakan rencana saya ini ke Papah. Dan sebenarnya bisa ditebak. Papah kurang setuju. Beliau tahu saya sebenarnya tidak berminat bekerja kantoran, terlebih dunia HRD. Nasehat ini-itu soal passion dalam berkarir, lebih cepat S2 lebih baik karena biasanya kalau sudah keasyikan kerja jadi malas memulai kuliah kembali, setahun nganggur ini sebaiknya diisi dengan magang di sekolah rekan kerjanya (Tara Salvia :D).

Lalu beliau bilang akan membiayai kuliah S2 saya. Katanya, saya tidak perlu memikirkan uang kuliah, belum saatnya (Emmm, saatnya kapan ya, Pah? Eheheh). Beliau menenangkan saya dan mengatakan bahwa kontraknya dengan USAID masih ada beberapa tahun lagi dan itu cukup untuk membiayai kuliah.
*Tau ga, stabilitas hubungan Indonesia - AS berpengaruh pada keuangan USAID. Jadi, tolong doakan semoga hubungan RI - AS baik-baik saja, keuangan USAID lantjarrr setidaknya sampai saya lulus S2 :p *

WAH. Antara senang tapi juga sedikit sangsi. Apakah iya biayanya tidak memberatkan beliau? Bagi keluarga kami jumlah itu cukup besar. Terlebih adik saya akan memasuki perguruan tinggi di tahun ini.
Namun saya percayakan hal ini pada Papah. Percaya siiiih, tapi agak ga enak gimana gitu ih melihat mahalnya biaya. Hiks.

Bismillah. Allah Maha Kaya, Allah Maha Kaya.
Mudahkan ya Allah :''''

p.s : siapapun yang membaca ini, doakan ya supaya cita-cita saya menjadi psikolog anak yang bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa #tsaaah, tercapai. Tapi doanya diem-diem aja yaa, ga usah bilang-bilang ke saya ;) Karena doa yang dipanjatkan diam-diam itu akan didoakan juga sama malaikat, bisa cek hadits ini. Semoga Allah membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda :)
Wednesday, February 13, 2013

Orang Kaya

Seseorang belum bisa dianggap kaya jika dia belum memiliki apa yang tidak bisa dibeli dengan uang
Dewi Perssik di satu acara infotainment

mantep juga nih. haha

When Twitter is not Fun Anymore...

Saya termasuk baru di jejaring socmed yang bernama twitter. Yaa, kira-kira 3-4 tahun lalu lah menggunakan twitter. Eh itu udah lama juga sih ya. Hahaha. Maksudnya kalau dibandingkan dengan teman-teman sepermainan, saya termasuk yang telat bikin akun twitter gitu.
Meski terbilang baru, ada perubahan yang saya rasakan dari awal penggunaan twitter, sampai saat ini.
Semakin ke sini, rasanya semakin banyak yang menggunakan twitter untuk berdebat. Ga tanggung-tanggung, debat soal agama juga! Beh. Semua orang bebas berpendapat, toh? Betul. Tapi rasanya, untuk hal-hal yang memang banyak diperdebatkan/ mengundang perdebatan, tidak cukup diungkap dalam 140 karakter.
Khawatir, pembaca yang awam akan topik yang diangkat, menjadi salah pemahaman.
Ya bayangin aja, misalnya soal agama. Apa ga gawat ada orang yang salah memahami agama hanya karena gagal paham dengan apa yang kita ungkap di twitter? Hiiii. Naudzubillah.

Ada lagi twit war, sebutan untuk mereka yang saling serang di twitter. Saling sindir tanpa menyebut orang yang dimaksud. Nah ini nih, nyindir siapa-siapa yang kesindir, berlaku banget :p
Belum lagi akun-akun anonim yang kian menjamur seperti panu. Awalnya excited membaca tweet mereka yang seolaaah menyingkap tabir segala kejadian di negeri ini. #tsaah
Tapi lama kelamaan, makin banyak akun anonim dan isinya makin subjektif bin provokatif. Saya sendiri sekarang menghindari membaca tweet akun-akun anonim itu. Selain menurut saya ga baik untuk pikiran saya (karena jadinya berprasangka mulu), bagi saya akun-akun anonim itu....gimana ya, seperti lempar batu sembunyi tangan. Ngomong macam-macam, tapi tidak menunjukkan identitas sebenarnya. Rasanya ucapan-ucapannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Tapi ada aja ya yang nanggepin dan mendewakan info dari si anonim ini. Banyak malah.

Haaah. Sekian keluhan saya soal dunia twitter akhir-akhir ini. Saya kangen masa-masa timeline diisi dengan foto-foto makanan, kegalauan labil nan kocak, atau sekedar mengabarkan keadaan sekitar dan...keadaan dirinya (baca: curcol! Haha).
Mungkin ada keluh dan kesah saat itu, tapi masih dalam batas wajar menurut saya. Dan, dulu rasanya yang faking good, pencitraan, atau apalah di twitter ga se-memuakkan seperti sekarang ini deh :p :p

By the way, ini ada quote favorite dari penulis favorit:
Does twitter really reflect our personality? Or is it just another mask we put on to face the world?
Indra Herlambang dalam Kicau Kacau
Monday, February 11, 2013

Gombal tajwid

Dikasih link sama temen, salah satu postingan di kaskus yang isinya kalimat-kalimat gombalan dengan menggunakan hukum tajwid! x))
Salah satunya:
Sejenak pandangan kita bertemu, lalu tiba2 semua itu seperti Idgham mutamaatsilain.. melebur jadi satu u,U
Tapi kalo yang ga tau hukum-hukum tajwid emang ga ngerti sih. Hahaha. Makanya yuk dibuka lagi buku tahsinnya :p
Langsung cek TKP aja lah, gaan: GOMBAL TAJWID
Selamats ngakaks! X))

Eniwei, gara-gara ini gue jadi buka-buka buku tajwid. Terus dari temen dapet istilah bacaan Naql, apakah itu? Googling sanah! Males amat sih :p
Friday, February 8, 2013

for my dear

Sekarangpun, masih tertatih rasanya memahami pikiran-tingkah laku-kebiasaanmu yang ajaib itu.
yang berbeda dari kami, yang lebih dewasa darimu.
tapi saya yakin, sangat yakin, dan benar-benar yakin, kamu anak baik :)
maafkan untuk kecerewetan dan segala omelan.
yang tentu membuatmu jenuh.
Sederhana saja,
hanya ingin agar kamu tidak terjerumus bahaya
hanya ingin melihat kamu sukses menggapai asa dan cita.
tumbuh mendewasa
bijaksana bersikap
bahkan terhadap diri sendiri sekalipun.

Sunday, February 3, 2013

Dear Ukhti (Myself)

Alhamdulillah. Saya menemukan tulisan ini dari akun @MuslimahOrId. 
Link aslinya bisa klik di sini . Saya copas yaa.



Akhowat Genit
Oleh Kang Aswad


Akhowat; sebutan akrab untuk para wanita muslim. Akhowat secara bahasa arab artinya saudara perempuan. Namun sudah ma’lum (diketahui) bahwa ’saudara’ yang dimaksud disini adalah saudara seiman, sama-sama muslim. Hal ini bukan tak berdasar, karena nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lain” (HR. Muslim, no. 2564).
Namun memang sebagian orang menggunakan istilah akhowat untuk makna yang lebih sempit. Ada yang menggunakan istilah akhowat khusus untuk para muslimah yang aktifis dakwah, yang bukan aktifis dakwah bukan akhowat. Ada juga menggunakan istilah akhowat khusus untuk para muslimah yang berjilbab lebar, yang berjilbab pendek bukan akhowat. Ada yang lebih parah lagi, istilah akhowat hanya diperuntukkan bagi muslimah yang satu ‘aliran’, yang beda aliran bukan akhowat. Tentu saya lebih setuju makna yang umum, bahwa setiap muslimah yang mentauhidkan Allah, adalah akhowat. Namun yang lebih dikenal banyak orang, akhowat adalah para muslimah aktifis dakwah yang biasanya berjilbab lebar. Dan makna ini yang kita pakai didalam tulisan saya ini.
Demi Allah. Sungguh anggunnya para muslimah dengan hijab syar’inya, melambai diterpa angin, memancarkan cahaya indah dari sebuah keimanan yang mantap. Ya, ke-istiqomah-an seorang muslimah untuk menjaga auratnya dengan jilbab yang syar’i adalah cermin keimanannya, setidaknya dalam hal berpakaian. Sungguh beruntung mereka yang telah menyadari bahwa Allah telah memerintahkan para muslimah untuk berhijab syar’i, dan sungguh tidak akan Allah memerintahkan sesuatu kepada hambanya kecuali itu adalah sebuah kebaikan.
Namun sayang sungguh sayang. Sebagian akhowat yang berhijab syar’i belum menyadari esensi dari hijab yang dipakainya, yaitu untuk menjaga dirinya dari fitnah syahwat. Sebagian dari mereka hanya mengganngap hijab syar’i hanya sekedar tuntutan berpakaian dari syari’at, atau ada pula yang hanya menganggapnya sebagai tuntutan mode, supaya terlihat anggun, terlihat cantik, keibuan, dll. Wa’iyyadzubillah. Akhirnya ditemukanlah tipe muslimah yang saya sebut akhowat genit, yaitu mereka (muslimah) yang sudah berhijab syar’i, jilbab lebar, namun tidak menjaga pergaulan dengan lawan jenisnya. Mereka tidak menjaga diri dari hal-hal yang dapat menimbulkan fitnah (kerusakan;bencana) yang ditimbulkan dari pergaulan laki-laki dan wanita yang melanggar batas-batas syariat. Padahal seharusnya merekalah (para akhowat) yang mendakwahkan bagaimana cara bergaul yang syar’i.
Mungkin saja para akhowat genit ini belum tahu tentang tuntunan Islam dalam bergaul dengan lawan jenis. Ketahuilah, memang Allah Ta’ala telah mewajibkan ummat muslim berbuat baik dalam segala hal. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik atas segala sesuatu” (HR. Muslim)
Dan memang benar bahwa Allah telah memerintahkan hamba-Nya mempererat persaudaraan, ukhuwah sesama muslim, bersikap santun, sopan, banyak memuji. Namun perlu diperhatikan, hal-hal baik tersebut akan berbeda hukum dan akibatnya jika diterapkan kepada lawan jenis. Berkata manis, santun, mendayu-dayu, itu baik. Namun bila diterapkan kepada lawan jenis, bisa berbahaya. Menanyakan kabar kepada seorang kawan, itu baik. Namun bila sang kawan itu lawan jenis, bisa berbahaya. Sering memberi nasehat-nasehat kepada seorang kawan, itu baik. Namun jika ia lawan jenis, bisa berbahaya. Senyum dan menyapa saat berpapasan dengan kawan, itu baik. Namun jika ia lawan jenis, bisa berbahaya. Karena Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya:
Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman supaya menundukkan pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali yang zahir daripadanya” (QS. An-Nur : 24)
Berbuat baik memang diperintahkan, namun Allah juga memerintahkan untuk menjaga pandangan dan pergaulan terhadap lawan jenis. Maka janganlah mencampurkan hal-hal baik dengan hal yang dilarang.
Ciri-ciri akhowat genit:
Berpakaian yang mengundang pandangan
Ia memakai jilbab, gamis, namun lilbab dan busana muslimah yang digunakanya dibuat sedemikian rupa agar menggoda pandangan para ikhwan. Warna yang mencolok, renda-renda, atau aksesoris lain yang membuat para pria jadi terpancing untuk memandang.
Senang dilihat
Akhowat genit, senang sekali bila banyak dilihat oleh para ikhwan. Maka ia pun sering tampil di depan umum, sering mencari-cari perhatian para ikhwan, sering membuat sensasi-sensasi yang memancing perhatian para ikhwan dan suka berjalan melewati jalan yang terdapat para ikhwan berkumpul.
Kata-kata mesra yang ‘Islami’
Seringkali para akhowat genit melontarkan ‘kata-kata mesra’ kepada para ikhwan. Tentu saja kata-kata mesra mereka berbeda dengan gayanya orang berpacaran, namun mereka menggunakan gaya bahasa ‘Islami’. “Jazakalloh yach akhi”
“Akh, antum bisa saja dech”
“Pak, jangan sampai telat makan lho, sesungguhnya Alloh menyukai hamba-Nya yang qowi”
“Kaifa haluka akhi, minta tausiah dunks…”
“Akh, besok syuro jam 9, jangan mpe telat lhoo..”
SMS tidak penting
Biasanya para akhowat genit banyak beraksi lewat SMS. Karena aman, tidak ketahuan orang lain, bisa langsung dihapus. Ia sering SMS tidak penting, menanyakan kabar, mengecek shalat malam sang ikhwan, mengecek shaum sunnah, atau SMS hanya untuk mengatakan “Afwan…” atau “Jazakalloh”
Banyak bercanda
Akhowat genit banyak bercanda dengan para ikhwan. Mereka pun saling tertawa tanpa takut terkena fitnah hati. Betapa banyak fitnah hati, VMJ, yang hanya berawal dari sebuah canda-mencandai.
Tidak khawatir berikhtilat
Ada saat-saat dimana kita tidak bisa menghindari khalwat dan ikhtilat. Namun seharusnya saat berada pada kondisi tersebut seorang mu’min yang takut kepada Allah sepatutnya memiliki rasa khawatir berlama-lama di dalamnya. Bukan malah enjoy dan menikmatinya. Demikian si akhowat genit. Saat terjadi ihktilat akhowat genit tidak khawatir. Bukannya ingin cepat-cepat keluar dari kondisi tersebut, akhowat genit malah menikmatinya, berlama-lama, dan malah bercanda-ria dengan pada ikhwan laki-laki di sana.
Berbicara dengan nada mendayu
Maksudnya berbicara dengan intonasi kata yang bernada, mendayu, atau agak mendesah, atau dengan gaya agak kekanak-kanakan, atau dengan gaya manja, semua gaya bicara seperti ini dapat menimbulkan ‘bekas’ pada hati laki-laki yang mendengarnya. Dan ketahuilah wahai muslimah, hal ini dilarang oleh syariat. Allah Jalla Jalaluhu berfirman yang artinya:
Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (Al Ahzab: 32)
Para ulama meng-qiyaskan ‘merendahkan suara’ untuk semua gaya bicara yang juga dapat menimbulkan penyakit hati pada lelaki yang mendengarnya.
Maka mari sama-sama kita perbaiki diri. Kita tata lagi pergaulan kita dengan lawan jenis. Karena inilah yang telah diperintahkan oleh syariat. Dan tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kepada hamba-Nya, kecuali itu kebaikan. Dan tidaklah Allah melarang sesuatu kepada hamba-Nya, kecuali itu keburukan. Dan sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah mewasiatkan kepada ummatnya bahwa fitnah (cobaan) terbesar bagi kaum laki-laki adalah cobaan syahwat, yaitu yang berasal dari wanita:
Tidaklah ada fitnah sepeninggalanku yang lebih besar bahayanya bagi laki-laki selain fitnah wanita. Dan sesungguhnya fitnah yang pertama kali menimpa bani Israil adalah disebabkan oleh wanita.” (HR. Muslim)
*Gimana, ukht? Banyak yang bikin #jleb ga? Hehehe.Terutama buat saya, di bagian "banyak bercanda". Maklum, turunan keluarga lawak*  
Semoga bisa menjadi pelajaran untuk kita semua :)

 

Blog Template by BloggerCandy.com